♫
♫♫
♫♫
♫♫♫
♫♫♫
Wendy membuka matanya dan diam selama beberapa menit menatap langit-langit kamar. Ia sengaja tidak mau bangun terlalu cepat supaya bisa lebih meresapi permainan piano pria itu (kalau bukan dia siapa lagi memang?).
Setelah beberapa saat memejamkan mata kembali, Wendy bangkit dari tempat tidur dan mengambil jaketnya. Ia berjalan ke pintu depan, kali ini tidak melihat dari jendela, ia langsung membuka pintu.
Lelaki itu tetap bergeming sambil tetap menekan tuts dengan tenang. Wendy mengeratkan jaketnya sambil berjalan turun dari tangga teras. "Schumann," ucap Wendy pelan, namun ia yakin pria itu pasti dengar.
Pun lelaki itu masih bergeming dan Wendy berhenti agak jauh darinya, menunggu lelaki itu selesai memainkan musiknya.
♫♫♫ ♫ ♫♫
Wendy tersenyum kecil, "That was beautiful. Do you want to take the piano?"
Pria itu masih meletakkan kedua tangannya di atas tuts, ia tersenyum. "I won't bother. I mean, it's free," lanjut Wendy sambil mengangkat kedua bahunya dan tersenyum lebih lebar.
"Saya suka Schumann."
"Eh?" Mata Wendy membulat, ia baru saja mendengar pria itu bicara bahasa Indonesia.
"Traumerei. Piece pertama yang bisa saya mainkan," lanjut pria itu.
Wendy berjalan pelan, mendekat beberapa langkah. "Piece pertama yang saya mainkan Dance of the Sugar Plumm Fairy."
Lelaki itu kembali tersenyum, "Tchaikovsky. Pasti kamu familiar dengan Waltz of the Snowflakes."
Wendy membalasnya dengan senyum juga, "Waktu pertama kali saya dengar kamu main, saya kira sekarang sudah winter lagi."
Laki-laki itu akhirnya menghadap Wendy, "Kamu yang tinggal di sini?" dan Wendy menjawab dengan anggukan. Lelaki itu mengangguk-anggukkan kepalanya lalu tertawa gugup, membuat Wendy mengerutkan keningnya.
Lelaki itu berjalan pelan mendekati Wendy, "Then it must be you. Peter Pan's girl." Wendy semakin mengerutkan keningnya, ia menegakkan badan was-was.
"The thing is, I need you to listen to me, just this once."
Wendy menatap lelaki itu menyelidik. Angin berhembus agak kencang pagi ini, membuat Wendy sekali lagi mengeratkan pelukannya dan lelaki itu menghela napasnya. Lelaki itu menatap Wendy serius. Ini aneh, harusnya Wendy merasa terancam berada pada jarak dekat dengan orang asing yang menatapnya dengan tajam. Tapi akhirnya Wendy mengangguk juga.
Lelaki itu menghela napas panjang, "Saya tinggal di Maple Street. I have a girlfriend, she lives not far from here. So, I'm not here to flirt with you or something like that."
Wendy mengangguk, walaupun dia bingung. "Saya pernah janji sama diri saya sendiri, di depan kamar orang itu. Kalau dia bangun, saya akan mainkan satu piece di pagi hari selama satu tahun, termasuk piece yang dia sebutkan di buku hariannya."
Wendy semakin bingung, tapi beberapa potong teka-teki di kepalanya sudah menyatu, membuatnya marah, entah karena bingung atau karena hal lain.
"Lalu kamu bangun. Saya harus menepati janji saya. Saya Juan Keough. Saya penyebab kecelakaan kamu enam bulan lalu."
*****
Jtn, 7/1/2020
22.22
Komentar
Posting Komentar