"Dari mana?"
Bukannya menyambut, ia malah mengeluarkan pertanyaan bernada dingin itu. Huh.
"Istirahat sebentar. Sudah 3 minggu aku berjalan dari ujung barat sampai ujung timur," kataku sembari meminta Angin duduk di sebelahku. Panas.
"Ck. Kamu pikir ini main-main? Benar-benar mau aku jalan sendiri rupanya?"
Aku menatapnya malas. "Main-main? Lihat Air di sana. Jalan-jalan ke tempat yang bukan miliknya. Aku jalan karena itu sudah tugasku. Sedangkan Air? Hanya bisa mengikuti kehendak manusia."
Dia menatapku marah. Angin menggeleng kepadaku, 'Jangan cari masalah,' kurang lebih begitu katanya.
"Ingat, kamu tidak bisa jalan tanpa aku. Kalau kau jalan sendiri... astaga! Mau dunia cepat berakhir, ya?!"
Aku berteriak pada Petir yang sudah berjalan tanpa menghiraukanku. Ia hanya melambaikan tangan kanannya tanpa menoleh. Aku berlari meninggalkan Angin dan segera menahannya.
"Baik lah. Kita akan pergi bersama. Tapi tunggu 4 jam lagi. 4 jam saja, ya?"
Sial. Aku tidak suka memohon, tapi keparat di depanku ini kepalanya lebih keras dari Meteor. Daripada dia berjalan sendirian dan menggegerkan semesta?
"4 jam? Kenapa harus 4 jam?" tanyanya memimik ekspresiku, malas.
"Gerhana akan datang. Hanya 4 jam. Sabar. Lalu setelah itu kita jalan bersama-sama."
*****
Jtn, 10/1/2020
4 jam sebelum gerhana, 21.01
Komentar
Posting Komentar