Langsung ke konten utama

#21 di 2020: Topeng


Manusia membutuhkan topeng untuk bertahan hidup. Entah itu topeng putih di atas hitam atau sekadar topeng drama. Kadang Yaya merasa lelah dengan wajah-wajah bertopeng yang ditunjukkan orang-orang terdekatnya, terlebih saat topeng itu dipakai di depan Yaya sendiri.

Yaya tidak mengerti kenapa sulit sekali bagi mereka untuk melepas topengnya sebentar saja, lalu menumpahkan keluh kesahnya sehingga setidaknya, ada perasaan lega dari dalam diri yang membuat mereka siap lebih cepat untuk melepas topengnya dan berjalan dengan rasa percaya diri yang baru.

Sialnya, kadang Yaya membenci dirinya sendiri karena memakai topeng yang sama. Ia pun masih menebak-nebak, apakah ia memakai topeng untuk menghindari pertanyaan, kenyataan, atau mempertahankan kebahagiaan semu?

Hal yang lebih menyebalkan, orang yang dari tadi berdiri di hadapannya adalah orang yang menyebabkan ia percaya kalau semua orang membutuhkan topeng pada waktu-waktu tertentu.

Yaya menggigit bibirnya, berhitung dengan situasi dan manusia di hadapannya. Ingatkan Yaya untuk belajar memakai topeng pada situasi mendadak yang genting seperti ini. Dia belum profesional soal pasang-memasang topeng.

"Malu, ya? Sini. Aku pakai juga, ya. Biar kalau malu-maluin barengan. Hehe."

Yaya tersenyum. Setidaknya dari sekian banyak topeng di dekatnya, orang ini selalu berhasil menempatkan topeng pada waktu-waktu yang tepat, tanpa menutupi wajah aslinya. Yaya harus banyak belajar darinya.


*****


Jtn, 21/1/2020

21.47

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hidup dan Beriman: Refleksi dari Sebuah Pilihan

"Kalau tentang pemikiran-pemikiran bunuh diri dan destruktif bagaimana?" "Hmm... Kalau itu sebenernya saya bisa mengendalikan sendiri. Pikiran-pikiran bunuh diri itu memang selau terlintas setiap hari, tapi saya tahu saya gak akan melakukannya karena memang saya tidak berniat untuk itu, hanya sekadar pemikiran yang biasa lewat." Lalu pembahasan kami beralih ke pikiran negatifku yang lain. Yang sangat banyak. Tapi saat itu aku sadar, kalau sebenarnya aku capable untuk memilih . Ternyata aku bisa dengan sadar memilah hal-hal yang menjagaku tetap dalam koridor yang tepat, dalam kasusku, menahan diri untuk tidak mati. Jumat lalu kebetulan baca arti Al-Kahfi, di ayat 29 ada potongan, "...Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; barang siapa menghendaki (beriman) hendaklah dia beriman, dan barang siapa menghendaki (kafir) biarlah dia kafir. Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka bagi orang zalim, yang gejolaknya mengepung mereka. Jika mereka meminta...

Pengalaman Seleksi CPNS 2021 – SKD Part 2: Hari-H

Sebelumnya: SKD Part 1 👈 Akhirnya lanjut lagi setelah setahun 😂🙏🏻 8 Oktober 2021. Dresscode peserta ujian adalah kemeja putih dan rok/celana hitam dengan kerudung hitam untuk yang memakai kerudung, sepatu pantofel tertutup berwarna gelap. Saya cuma punya rok dan kerudung saja. Sepatu pantofel dipinjamkan oleh sepupu yang anak Paskibra, kemeja baju putih dipinjamkan sepupu laki-laki. Karena Covid-19, persyaratan jadi lumayan ribet. Peserta diharuskan memakai masker 3 ply + masker kain yang waktu saya coba ya Allah gak bisa bernapas rasanya. Lalu harus juga membawa tes PCR atau Antigen. Saya tentunya memilih opsi paling murah. Karena saya dapat sesi jam 3 sore, paginya saya bisa tes Antigen dengan tenang. Saya berangkat bersama ibu saya jam 7 pagi, tes Antigen, lalu naik kereta turun di Stasiun Duren Kalibata (sekarang udah tahu stasiun kereta yang lebih dekat 🥲), naik angkot, lalu jalan santai ke gedung tempat pelaksanaan tes. Waktu kami tiba, baru jam 11an. Sepanjang jalan...

Pendidikan Ideal

Aku tahu harusnya aku tidak melakukan ini, tapi aku tidak bisa menahan rasa penasaran yang menyelimuti pikiranku tentang orang itu. Beliau adalah Pak Armawan, satpam di masjid kampusku. Kata Pak Yat –satpam masjid yang satunya, namanya harusnya Darmawan, tapi terhapus huruf D-nya saat mendaftarkan kelahiran. Lagi pula, Darmawan rasanya tidak cocok dengan imej pak Armawan yang galak kalau soal parkir-memarkir di masjid kampus. Ada satu hal yang membuatku penasaran tentang beliau, yang membuatku melakukan hal yang seharusnya tidak dilakukan, apalagi saat hari raya: memperhatikan beliau lebih dari memperhatikan bapak dosen yang saat itu sedang berkhutbah. Pak Armawan punya kebiasaan, yaitu menangis mendengar khutbah shalat iedul adha . Padahal khutbah iedul adha menurutku tidak spesial, materinya dari tahun ke tahun itu-itu saja, diawali kisah Nabi Ibrahim yang mencari tuhan sampai ke kisahnya bersama Nabi Ismail tentang kurban. “Mohon maaf lahir batin, Ker,” aku meng...