Happiness
oleh Keana Lingga
“Chan, laporannya mau diletakkan di mana?”
Chan punya banyak hal yang ia syukuri dalam hidupnya. Salah satunya bekerja dengan teman-teman yang pengertian dan tetap menghargai dirinya di samping kekurangan yang dimilikinya. Kadang ia berpikir bagaimana teman-temannya bisa tahan berada di lini yang sama dengan dirinya.
“Letakkan di meja kak Sean saja, Nana.”
Chan bisa melihat mulut Nana terbuka lebar. Kalau tebakannya benar, Nana pasti sedang terkejut dengan jawabannya.
“Ih! Mantap, Chan! Kok, kamu tahu ini aku?”
Chan tersenyum miring sambil menata berkas di mejanya.
“Suaramu itu khas, Na. Lalu…” Chan menunjuk kepalanya sendiri lalu menunjuk Nana. Lagi-lagi dilihatnya mulut Nana menganga seperti ikan koi yang pernah Chan lihat di televisi.
“Oh iya, ya. Kan kemarin aku sudah bilang ke kamu kalau aku ganti warna rambut hehehe. Ya sudah, selamat kerja lagi! Semangat!!! Minggu depan liburan, asyik!!!”
Mata Chan mengekor Nana yang berjalan sambil bersenandung ke meja Sean. Chan tersenyum. Lagi-lagi ia harus bersyukur bisa hidup di lingkungan dengan manusia-manusia yang bukan hanya optimis tapi juga positif.
-----
"Kak, ini cerpennya kenapa gak dilanjutkan?"
"Karena... udah bahagia. Hehe."
"Loh, emang kalau udah bahagia terus gak nulis lagi, Kak?"
"Tulisan tuh, buat ngebayangin kebahagiaan yang belum bisa kamu rasain sekarang. Tapi karena pas lagi nulis dapet kebahagiaan, ya udah deh. Udah ada, mending dinikmati."
"Kalau bahagianya hilang?"
"Tulis lagi, sambil cari kebahagiaan lain."
"Hoo."
"Kamu Yaya, ya?"
"Dih! Enggak! Aku Zaza!"
"Kakak tahu, Dek. Kamu lagi pilek, kan? Jadi suaranya persis Zaza. Tapi cadelnya gak bisa hilang, tuh."
"Hehehe ketahuan, deh. Padahal udah kepang persis Zaza."
"Hahaha."
Karena Keana tahu, bahagia banyak caranya, bukan cuma dengan melihat wajah.
*****
Jtn, 22/1/2020
22.17
Komentar
Posting Komentar