Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2020

#Ngabubuwrite - Day 7: Jalan

Hubungan itu seperti jalan raya, ada yang searah, ada yang dua arah. Yang dua arah pun belum tentu berinteraksi. Hubungan adalah jalan dengan berbagai macam tujuan, siapa bisa memastikan satu jalan berujung sama dengan jalan lain? Bisa jadi bertemu di ujung, ternyata, bukan dia jalan yang kamu harapkan. Layaknya hubungan, jalan hanya sekedar... jalan, saat sampai di tujuan, lalu apa? Jalan lagi ke tempat lain? Atau singgah? Sebentar atau selamanya? Jalan akhirnya akan ditinggalkan, untuk jalan yang lain, atau bisa jadi untuk singgah. Jalan ada banyak, peta digital  juga bisa diakses dari jalan manapun. Jadi, kenapa misuh-misuh saat tiba di ujung jalan yang tidak kita inginkan? Bukankah jalan memungkinkan kita untuk berbalik dan mengambil jalur lain supaya tidak tersesat? ***** Jtn, 30/4/2020; 17.46

#Ngabubuwrite - Day 5: Kwitansi

Semua orang pasti punya sesuatu yang berarti, entah dikatakan itu saja, atau sesuatu yang berarti dalam hidupnya, tapi tidak berarti apa-apa bagi orang lain. Ammar punya kwitansi, yang baginya sangat berarti, dan belum tentu menurut orang lain berarati. Kwitansi atau bukti pembayaran seringnya berarti bagi kedua belah pihak, biasanya penjual dan pembeli. Kadang, kwitansi cuma berarti bagi satu pihak saja, seperti bukti pembayaran saat belanja, asal uang sudah diterima kasir, kwitansi berarti bagi pembeli saja, untuk memeriksa barang belanjaan, setelah itu bahkan kwitansi tak berarti lagi bagi siapa-siapa. Bagi orang (yang menurut Ammar) baik, kwitansi itu tidak penting. Yang penting adalah memberi. Tapi bagi Ammar, kwitansi yang ia berikan ke orang baik itu penting, tanda mereka sudah menyisihkan harta berharganya, dan artinya ada pihak ketiga di luar sana yang menunggu kedatangan harta orang baik untuknya, dan mungkin bisa memulai kehidupan baiknya sendiri. ***** Jtn

#Ngabubuwrite - Day 4: Polisi Tidur

Polisi tidur dan halangan itu sama atau tidak? Hari ini hidup terasa tenang, pergi ke pinggir kota dengan angkutan umum tanpa penumpang. Sepi. Jalannya mulus sekali sampai— Dug. “Aw!” teriakku sambil mengusap kepala yang baru saja terkena pintu yang tiba-tiba terbuka. “Makanya jalan jangan sambil melamun,” kata manusia di depanku dengan nada yang tidak meremehkan juga tidak merasa bersalah. Aku hanya berdecak dan melewati dia dan pintu itu sambil terus mengusap-usap kepalaku. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya melihatku berjalan melewatinya tanpa marah-marah. Beberapa detik berjalan, aku membalikkan tubuhku. Dia masih di tempatnya, berdiri menatapku sekarang dengan tanda tanya. “Polisi tidur dan halangan itu sama atau enggak?” Mendengar pertanyaanku, bukannya mengerutkan dahi atau menatapku aneh, dia malah tertawa dan menggeleng. “Enggak. Polisi tidur itu tanda untuk memberi jeda. Halangan ya… untuk menghalangimu dari tujuanmu.” Aku menatapnya

#Ngabubuwrite - Day 3: Masker

Maskermu menutupi apa? Maskerku menutupi wajah, sebentar, sebagai bentuk usaha biar bitnik kecil dan noda hitam di wajahku hilang. Masker tetangga sebelahku menutupi wajah juga, biar bakteri yang keluar dari batuknya tidak menulari tetanggaku di depan kamarnya, yang memakai masker untuk menutupi wajahnya, biar tidak terkena bakteri yang keluar dari mulut tetangga seberangnya. Masker guru bahasaku menutupi wajahnya, semuanya, biar lebam-lebam di sisi bibirnya juga di ujung matanya tidak terlihat orang-orang. Masker kakak tingkatku juga menutupi wajahnya, biar sedihnya tidak menulari teman sekelompok tutornya. Masker teman kelasku beda lagi, dipakai untuk menutupi kakinya, biar lecet dan kapalan hasil jalan hampir satu jam dari kosan ke kampus tidak terlihat dan mengganggu teman-teman di kelas. Lalu ada, masker temanku yang lain, ia suka pesta, makan bersama, belanja bersama, apapun dilakukan bersama-sama; untuk menutupi teriakan kedua orang tuanya yang jarang m

#Ngabubuwrite - Day 2: Obeng

Pernah merasa seperti obeng? Kalau iya… ah, kamu beruntung, sepertiku, yang saat ini menatap pakaian yang digantung dalam lemarinya dengan sedikit sombong. Mungkin baju-baju pesta itu sedang iri denganku. Hari ini aku dipanggil untuk membersihkan kipas. Tugasku sderhana, memisahkan baut dan mur agar jala kipas bisa lepas satu sama lain. Aku berdebu, lalu dibersihkan. Maklum, lama sudah tidak dipakai. Terakhir kali 3 tahun lalu, saat membantu Si Nona Tinggi membersihkan kipas angin juga. Bertahun-tahun diabaikan membuat debuku seperti menyatu dengan ujung mataku. Kadang aku ingin merobek plastik yang membungkusku dan beberapa temanku yang lain, tapi salah satu temanku, paku, pernah bilang, “Pada saatnya kita akan dibutuhkan, dan kita akan lebih bersyukur karena kita dibutuhkan, bukan diinginkan.” Aku tidak mengerti maksud paku saat itu, tapi melihat baju-baju di lemari dan di atas tempat tidur berukuran raja itu, aku jadi mengerti. Aku dibeli –eh, tidak sih, ayah Si No

#Ngabubuwrite - Day 1: Croissant

“Kenapa.” Dean menghela napasnya, “Gak jelas.” “Aku beli croissant di Indoapril hari ini. Lucu banget, kan?” ucap Nada sambil membuka sebungkus croissant instan isi 2. Tunggu, bukannya croissant itu memang makanan instan, hanya dengan bentuk yang estetik? “Kita sebenarnya mau bicara apa, sih? Dari tadi mondar-mandir dari kenapa ke Indoapril ke kenapa lagi.” “Aku cuma ingin kamu resapi kata itu. Kenapa,” Nada mengecek jamnya. Sebentar lagi waktu berbuka. “Apa yang kenapa?” “Kenapa benci susah dilepas?” Dean berdesis dan tertawa sedikit, “Itu lagi? Kan sudah kubilang, dia mematahkan adikku.” Nada menggeleng, “Tapi Dania bahkan menganggap Aya menolongnya. Dan… sekarang Dania masih di sini. Tantrum seperti tadi itu sangat out of context , Yan.” Dean tidak menjawab. Ia tahu benar tadi itu salah. Tapi ia masih bersikeras bahwa Aya mutlak bersalah. “ Fun fact . Di dunia ini, kamu satu-satunya orang yang menyalahkan Aya.” Dean mendecik menu