Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2020

#30 di 2020: Leaving

Zhu menggeleng dan tersenyum pada lelaki di hadapannya. Ia meraih tangan kekar itu dan menyelipkan selembar kertas ke sana sebelum berbalik dan menaiki van yang dikemudikan saudarinya. Zhu pergi, meninggalkan Sam dan pantai timur yang sama-sama sunyi. Sam membuka pelan lembaran yang diberikan Zhu. " Because what really matter is to live. And if we do, there will be nothing to forgive." ***** Jtn, 30/1/2020 23.30

#29 di 2020: Aurora

Berjalan di bawah the northern lights adalah impian Aurora. Sejak perginya Putri, ia berjanji untuk pergi ke Norwegia, tribut untuk adik kembarnya. Putri selalu suka northern lights , Aurora malah lebih suka milky way . Pun begitu, mereka berusaha mewujudkan impian satu sama lain. Sekarang Putri tidak bisa membantu mewujudkan mimpinya. Aurora akan mewujudkan mimpinya, dan mimpi Putri. "Aurora berdiri di bawah aurora," membuatnya menoleh. Viktor berdiri dengan gagahnya mengangkat kamera, memotret kedua Aurora di hadapannya. "Putri pernah cerita padamu tentang aku?" Aurora menjawabnya dengan pertanyaan, berselimut bahasa Norwegia amatiran. Viktor tersenyum, "Dia pernah cerita punya kakak bernama Aurora, yang lebih tertarik pada milky way ." Aurora ikut tersenyum, "Ternyata Aurora indah juga." Viktor tertawa, kembali memotret aurora. "Aku harap Putri di sini sekarang. Dulu Putri selalu bertanya tentang Tromso begini, Tromso b

#28 di 2020: Casual

Doon adalah orang yang hampir di setiap saat hidupnya berterus terang. Entah dengan jawaban pilihan ganda maupun lewat pertimbangan panjang. Seperti yang sudah pernah Una ceritakan sebelumnya, Doon selalu berterus terang dengannya. Kadang hal itu membuat Una berteriak dalam hati dan jari-jarinya jadi keriting. Kadang juga membuat Una tersenyum, tentang betapa casual - nya Doon dalam berterus terang. "Na, make up -mu terlalu tebal." "Na, warna bajunya tidak bagus." "Kurang asin. Tapi apapun yang kamu buat akan selalu kumakan." Atau "kosongkan waktu minggu depan ya, Na. Aku akan datang melamar," saat ia sedang sibuk membantu membetulkan printer 3D milik Una yang rusak. Saat itu Una hanya bisa menatap lama Doon yang tidak mengalihkan pandangan dari printer 3Dnya. Pun akhirnya Una mengangkat bahu sambil tertawa kecil. "Oke." ***** Jtn, 28/1/2020 23.33

#27 di 2020: Konspirasi

Pernah merasa seluruh dunia berkonspirasi melawanmu? Itu yang Fe rasakan tiga bulan ke belakang. Kaki seperti roti isi, di antara aspal dan mobil yang terbalik; tidak boleh (dulu) kembali kerja lapangan; punya orang tua yang tidak siap kalau dirimu ada di pekerjaan antara hidup dan mati, membangkang perintah kapten untuk memulihkan diri di rumah, memilih keluar bekerja sebagai bentuk protes karena tidak diizinkan kembali ke lapangan. Kalau Fe ingin berpikir lebih jauh, sebenarnya ia yang berkonspirasi melawan dirinya sendiri. Lihat, sekarang ia ada di seaworld , jadi babysitter rekan kerjanya, Dru. Si kecil ajaib Koko yang tak bisa berjalan dengan normal, pun senyumnya tidak pernah hilang. "Koko, kalau udah besar mau jadi apa?" Fe memelintir punggung kaos Koko yang sedang bersandar pada kaca yang membatasinya dengan para hewan laut di kolam besar, biar tidak jatuh. "Astronot, pesulap." Fe mengangguk sambil mengunyah snack -nya. "Keren." "Pemadam

#26 di 2020: Potongan Melawan Takdir

Apa kamu percaya saat kamu berdiri diam di keramaian lalu matamu bertemu pandang dengan seseorang di sisi yang lain, artinya kamu dan orang itu ditakdirkan bersama? Aku ingin sekali mengubah kepercayaan itu.   Bayangkan saja, enam bulan terakhir aku sudah bertemu pandang dengan tiga wanita berbeda. Masa, aku harus menikahi ketiganya? Aringga adalah anak kumpulan pertama yang mengalaminya. Saat aku kehilangan jejaknya yang biasa membuntutiku di pasar, aku kembali dan menemukannya terpaku menatap lurus ke depan, di tengah kerumunan warga desa lalu lalang. Aku menepuk punggungnya dan dia memarahiku karena mengalihkan pandangannya. “Aku baru saja kehilangan jodohku gara-gara kamu,” dan aku mengabaikannya. Jodoh tak akan ke mana. Pun aku meninggalkannya, siapa tahu dia bertemu pandang lagi dengan orang lain, jadi jodohnya akan ada banyak sepertiku. ***** Sekretariat BPM Kema, 26/1/2020 21.49

#25 di 2020: Perbedaan

Pernah berpikir kenapa dua kebudayaan berbeda bisa menyatu dalam harmoni? Di bangsal ini, sulit untuk mengerti kata-kata perawat yang menurut telinga Ze seperti kereta lewat. Tapi di akhir kunjungan rutinnya, Ze dan perawat itu bisa tersenyum satu sama lain. Ze akan melihat perawat itu pergi ke tempat tidur lain dan melakukan pengecekan sambil mengajak pasiennya berbicara. Pasiennya hanya mengangguk. Tentu ia tak akan mengerti perawat itu. Ia datang dari tempat yang lebih jauh dari Ze dan orang-orang di bangsal ini. Ze pernah melihat si kecil An bermain dengan salah satu tentara dari barat, menendang bola bersama, walau An menendang dengan kruknya. Mereka saling tertawa. Tentara itu akan menanyakan bagaimana kaki An. An akan menjawab bahwa sebelumnya ia pernah jadi penyerang dan membawa timnya ke pertandingan kecamatan. Tentu si tentara tidak tahu apa yang An bicarakan, dan An juga tidak tahu apa yang si tentara bicarakan. Tapi, hei, yang penting mereka berinteraksi dengan baik, bukan

#24 di 2020: Kebenaran

“Wendy.” Wendy menoleh pada ayahnya yang sekarang di depan pintu kamar membawa segelas cokelat hangat. “Kamu lupa bikin cokelat.” “Yah, I’m 24 . Aku bisa bikin sendiri,” Wendy menghampiri ayahnya dan mengambil cokelatnya. “Kamu kenal sama orang yang tadi?” Wendy duduk di kasurnya dan menyesap cokelatnya, ia mengangguk. “Sekarang udah kenal. Ayah juga pasti kenal. Kenapa kemarin pura-pura gak ngeh?” Ayahnya mengangkat bahu, “Ayah gak begitu kenal.” “Ya tapi pasti Ayah tahu kan dia penyebab kecelakaanku?” Ayah Wendy menghela napas dan duduk di meja belajar Wendy. “Kamu percaya?” “ I don’t know. Everything was clear. The police, the cctv, everything…, ” Wendy mengangkat bahunya, mengeratkan genggaman pada gagang gelas cokelat. Ayahnya mengangguk, “ It’s clear ,” dan ayahnya setuju. “Terus kenapa dia bilang begitu?” Ayahnya mengambil buku tugas milik Wendy dan membolak-balik bukunya, “ Are you angry? ” “ I am. I do. It’s just like… he said that on purpose. To tell me that he killed Liliann

#23 di 2020: Sunyi

Sunyi. Mungkin itu nama film horor yang kamu pernah lihat di tahun kemarin. Tapi bisa kupastikan, hidupku lebih menarik daripada horor picisan yang satu itu. Desa kami tidak besar, tapi tidak juga kecil. Dari pintu selamat datang sampai pemakaman di belakang desa, hanya memakan waktu 3 jam berjalan kaki. Listrik hanya menyala dari pukul 6 malam sampai 6 pagi. Lampu hanya akan dinyalakan pukul 8 sampai 12 malam. Sayangnya, ini bukan kisah diskriminasi pemerintah yang ditujukan pada kami. Kami adalah manusia malam. Tentu semua harus dimanfaatkan saat listrik menyala, bukan? Malam-malam kami habiskan berpesta, memasak, belanja ke pasar. Pagi hingga matahari terbenam kami gunakan untuk tidur dan beristirahat. Para tetua di sini tidak suka aktivitas di terang hari. Para tetua di sini tidak suka kalau kami beraktivitas di terang hari. Tapi namanya juga kaula muda, bandel. Aku salah satunya. Bersama belasan teman mudaku, kami yang malah tertidur saat hari gelap tak lagi mengantuk di terang

#22 di 2020: Happiness

Happiness oleh Keana Lingga “Chan, laporannya mau diletakkan di mana?” Chan punya banyak hal yang ia syukuri dalam hidupnya. Salah satunya bekerja dengan teman-teman yang pengertian dan tetap menghargai dirinya di samping kekurangan yang dimilikinya. Kadang ia berpikir bagaimana teman-temannya bisa tahan berada di lini yang sama dengan dirinya. “Letakkan di meja kak Sean saja, Nana.” Chan bisa melihat mulut Nana terbuka lebar. Kalau tebakannya benar, Nana pasti sedang terkejut dengan jawabannya. “Ih! Mantap, Chan! Kok, kamu tahu ini aku?” Chan tersenyum miring sambil menata berkas di mejanya. “Suaramu itu khas, Na. Lalu…” Chan menunjuk kepalanya sendiri lalu menunjuk Nana. Lagi-lagi dilihatnya mulut Nana menganga seperti ikan koi yang pernah Chan lihat di televisi. “Oh iya, ya. Kan kemarin aku sudah bilang ke kamu kalau aku ganti warna rambut hehehe. Ya sudah, selamat kerja lagi! Semangat!!! Minggu depan liburan, asyik!!!” Mata Chan mengekor

#21 di 2020: Topeng

Manusia membutuhkan topeng untuk bertahan hidup. Entah itu topeng putih di atas hitam atau sekadar topeng drama. Kadang Yaya merasa lelah dengan wajah-wajah bertopeng yang ditunjukkan orang-orang terdekatnya, terlebih saat topeng itu dipakai di depan Yaya sendiri. Yaya tidak mengerti kenapa sulit sekali bagi mereka untuk melepas topengnya sebentar saja, lalu menumpahkan keluh kesahnya sehingga setidaknya, ada perasaan lega dari dalam diri yang membuat mereka siap lebih cepat untuk melepas topengnya dan berjalan dengan rasa percaya diri yang baru. Sialnya, kadang Yaya membenci dirinya sendiri karena memakai topeng yang sama. Ia pun masih menebak-nebak, apakah ia memakai topeng untuk menghindari pertanyaan, kenyataan, atau mempertahankan kebahagiaan semu? Hal yang lebih menyebalkan, orang yang dari tadi berdiri di hadapannya adalah orang yang menyebabkan ia percaya kalau semua orang membutuhkan topeng pada waktu-waktu tertentu. Yaya menggigit bibirnya, berhitung dengan si

#20 di 2020: Bergerak

Hidup itu adalah proses. "Ya, aku tahu!" pada dasarnya adalah jawaban semua orang. Tapi apa benar bahwa kita benar-benar menganggap kehidupan adalah sebuah proses? Kalau iya, kenapa masih merasa nyaman dengan stagnasi? "Tenang, itu termasuk bagian dari proses. Sebentar lagi mereka akan bergerak." Aku tertawa dan mengangguk. Ax benar. Ada manusia yang sepanjang hidupnya dihabiskan untuk berproses. Ada yang baru sekali melangkah langsung dapat apa yang diinginkan, untuk kemudian mencari tujuan berikutnya, lalu berproses untuk sampai ke sana, lalu mencari tujuan berikutnya, lalu berproses lagi untuk sampai ke sana. Tidak salah. Hakikat manusia adalah bergerak. ***** Jtn, 20/1/2020 23.28

#19 di 2020: Kuliah

"Ini baju adik lo?" Yudha mengangguk. "Baju ibu sama bapak juga." "Lo tinggal berempat berarti sama mereka?" Yudha menggeleng. "Saya dengan adik di lantai 3. Ibu dan bapak di bawah." Kiara mengangguk-angguk. "Kok gue baru lihat lo, ya? Padahal gue udah tinggal di sini dua tahun." Yudha tersenyum, "Saya baru pindah tiga bulan yang lalu. Sebelumnya saya di Jakarta Utara. Diminta bapak menjaga rusun dan adik karena bapak dan ibu kadang suka berdagang ke luar kota." Kiara mengangguk-angguk. Anak berbakti. "Kamu kuliah di UI, ya? Angkatan berapa?" Kiara mengangguk, tidak curiga, karena waktu pertama mereka bertemu Kiara memakai jaket kuning itu. "1997." "Kamu hebat ya, Kiara." Kiara menatap Yudha bertanya. "Kamu itu keturunan Tionghoa, tapi bisa berkuliah di UI, di tahun reformasi pula. Saya sih tidak mempermasalahkan, tapi pasti banyak orang yang mempermasalahkan. Belum lagi kerusuhan

#18 di 2020: Kritis

Ini jam kritis. Jam pun tak sisa. Tinggal menit menunggu detik. Siapapun akan kalang kabut dalam heningnya malam; berpikir apa masih bisa bangun esok Subuh, apa masih bermimpi pagi nanti, apa masih bisa melihat sinar di ujung hari, apa masih bisa mengangkat kaki tegak berdiri. Ini menit kritis. Tinggal sedikit hingga sampai ke detik. Tadi berpikir untuk esok. Kini berpikir untuk kemarin; apakah sembahyang sudah lengkap mencium tanah, apakah amunisi sudah cukup dikumpulkan untuk bekal hari esok, apakah si bungsu sudah berhasil keluar dari lebatnya belantara. Menit berganti detik. Tak tahu pasti berapa pertanyaan yang terjawab pasti. ***** Jtn, 18/1/2020 23.46

#17 di 2020: Pulang

"Ma, Opa belum pulang?" Kiara yang melihat mamanya mondar mandir di depan pintu ikut berdiri dan menghampiri mamanya. "Kokoh sudah telpon ke rumah?" Alih-alih menjawab, mama Kiara malah bertanya dengan nada yang sarat akan kekhawatiran. Kiara menelan ludah, menggeleng. Diliriknya telpon rumah yang sedari pagi belum juga berdering. "Ck." Mama Kiara membuka pintu dan berlari tergesa menuju lift . "Mama!" Kiara ikut berlari. Sayang, pintu lift lebih dulu ditutup, meninggalkan Kiara yang tanpa sadar sudah basah air mata. "Tangga," gumam Kiara. Ia berbalik dan berjalan cepat, semakin cepat, semakin cepat, hingga berlari sampai menuruni tangga. "Sshhh." Kiara baru saja terjatuh dari tangga lantai satu. Tapi masa bodoh dengan kaki pincang dan rasa sakit. Air matanya semakin deras mengalir. "BAGAIMANA BISA SAYA DIAM DI SINI SAAT ANAK DAN MERTUA SAYA ADA DI LUAR SANA?!" Kiara bangkit, terseok berjalan menuju lobb

#16 di 2020: Maddah

Surakarta, 21 November 1993. Maddah artinya dibaca lebih dalam. Setidaknya itu kata pedagang keturunan Arab yang mampir ke pesisir tahun lalu. Kalau Mada artinya kekuatan dalam pertempuran. Itu kata ibu. Mada dan Maddah harusnya tidak berhubungan. Tapi entah mengapa semua orang mengharuskanku membaca lebih dalam. Aku punya kekuatan yang akan berguna, dan aku menyadarinya. Tapi lagi-lagi aba selalu pergi melaut dengan sebuah pesan, "Maddah, Mada. Maddah. Maddah!" Halo, Aba? Maddah itu menyulitkan. Pepatah tetua, saat kamu mengetahui musuhmu lebih dalam, kamu akan mencintainya juga. Maddah sudah membuat Mada membaca, Aba. Mendalami hal-hal ambigu yang seharusnya dan tidak seharusnya. Maddah telah meninggalkan perasaan pada Mada, Aba. Perasaan benci, cinta, dan bersalah jadi satu yang harus Mada tanggung seumur hidup. Sampai ada Mada yang lain. ***** Jtn, 16/1/2020 22.08

#14 di 2020: Main ke UI

Jakarta macet. Gerimis yang turun tadi malam tidak membuat hawa panas ibukota menguap. Debu juga masih beterbangan, macam musim panas saja. Di sisi lain, Kiara masih terlihat jelita. Seakan debu Jakarta terbang melewatinya. Wajahnya masih berseri, membuat kepala orang-orang di trotoar mengikuti gerak Kiara sambil bergumam kagum. Entah sudah berapa lama mereka berjalan. Mereka berjalan dengan diam. Belum ada satu yang mengangakat tangan untuk melihat jam di pergelangan tangan. Mereka berdua sama-sama menikmati angin sepoi yang mulai datang saat kaki diinjakkan di gerbang utama UI. Kiara banyak menunjuk bangunan dan landmark, mulai dari Keperawatan, Ilmu Komunikasi, Farmasi, stadium, juga danau. "FH jauh di ujung sana," kata Kiara sambil menunjuk ke arah danau. "Ini, fakultas gue." Kiara membentangkan tangannya dan tersenyum senang, menghirup udara seakan-akan baru keluar dari ruang ujian. Yudha tersenyum, melihat plang bertuliskan FTUI yang kelihatannya baru diganti.

#13 di 2020: Running

Once upon a time, you ran. I ran the next day. Wasn't hoping to catch you. Just for the sake of fresh air. And fresh heart, perhaps. Because we ran, and it's too far for coming back. But maybe we could someday. For now, I'll just wait here. Till' the wind blows ----- Once upon a day, I saw you ran. I stopped running myself, but you didn't. Was hoping to catch you. For the sake of fresh air. And the old heart that follows, perhaps. Because I keep running, but you never stop either. Maybe we could, someday. For now, I'll just keep running. Till' I find you ***** Jtn, 13/1/2020 22.55

#12 di 2020: Menangis

Napasnya berat, membuat masker bening yang menutupi setengah wajahnya berembun. Matanya terbuka, tapi tidak melirik ke sana ke mari, hanya kedipan dan sorotan lurus ke atas, membuat bulu matanya yang masih lebat basah berbasuh air mata. "Ada kabar dari anak-anak?" Suaranya parau, putus di setiap kata, kadang di tiap suku kata. Laki-laki itu menggeleng. Mata si pemilik suara parau berkedip sekali, tanda anggukan kepala yang tak akan pernah terjadi. "Uang..." Tidak sanggup melanjutkan. Si lelaki memajukan kursi, mendekat ke wanita yang terbaring lemah. "Sudah diterima kemarin, Bu," tidak berusaha terdengar seperti keluarga yang hendak berduka. Itu lah alasannya duduk di sini sekarang. "Uang... lebih... Menangis... di pemakaman." Lelaki itu mengangguk. Sudah tugasnya menangis di pemakaman seseorang, utamanya yang telah membayarnya. ***** Jtn, 12/1/2020 21.52

#10 di 2020: Hujan

"Dari mana?" Bukannya menyambut, ia malah mengeluarkan pertanyaan bernada dingin itu. Huh. "Istirahat sebentar. Sudah 3 minggu aku berjalan dari ujung barat sampai ujung timur," kataku sembari meminta Angin duduk di sebelahku. Panas. "Ck. Kamu pikir ini main-main? Benar-benar mau aku jalan sendiri rupanya?" Aku menatapnya malas. "Main-main? Lihat Air di sana. Jalan-jalan ke tempat yang bukan miliknya. Aku jalan karena itu sudah tugasku. Sedangkan Air? Hanya bisa mengikuti kehendak manusia." Dia menatapku marah. Angin menggeleng kepadaku, 'Jangan cari masalah,' kurang lebih begitu katanya. "Ingat, kamu tidak bisa jalan tanpa aku. Kalau kau jalan sendiri... astaga! Mau dunia cepat berakhir, ya?!" Aku berteriak pada Petir yang sudah berjalan tanpa menghiraukanku. Ia hanya melambaikan tangan kanannya tanpa menoleh. Aku berlari meninggalkan Angin dan segera menahannya. "Baik lah. Kita akan pergi bersama. Tapi

#9 di 2020: Petani

Setiap kata petani disebut, orang berekspektasi bahwa pekerjaan itu merupakan pekerjaan milik kelas menengah ke bawah. Jadi saat banyak orang hebat datang dari orang tua petani, dunia terpana dan bertanya, “Bagaimana bisa?”– maksudnya mereferensi garis keturunan. Lain lagi dengan Abang. DIa bilang petani itu bukan dari kelas menengah ke bawah. Kalau yang menengah ke bawah itu buruh tani, katanya. Lalu aku sadar kalau bahasan ini tidak bisa dibilang bahasan yang adil untuknya. Abang seorang buruh tani, dan kami dibilang orang dari kelas menengah ke bawah. Kokoh tempat kami biasa menggadaikan emas berkata lain pula. Dari sekian banyak opini, aku memegang pendapat Kokoh, karena menurutku paling masuk akal. Katanya, orang bijak tidak memandang asal usul orang hebat. Kalau sudah hebat, yang ditanya ya cara membagi kehebatannya. Masa bodoh anak petani padi atau peternak udang. Mungkin kalau nanti aku bertemu alasan lain yang lebih masuk akal, akan ku pertimbangkan. ***

#8 di 2020: Piano

Please take for free. Di negara ini, garage sale biasanya dilakukan saat akan pindah rumah atau kekurangan biaya untuk membayar pengobatan keluarga yang sakit. Kalau ada keluarga yang meninggal, biasanya barangnya akan dilelang, disumbang, atau dikenang. Tapi Lilianne dan orang tuanya memilih garage sale untuk menjual barang-barang milik Roseanne. Roseanne meninggal enam bulan lalu saat mobil yang dikendarainya bersama Lili mengalami kecelakaan. Kecelakaan itu membuat Lili harus tidur panjang selama lima bulan tanpa tahu bagaimana keadaan Roseanne. Sebenarnya Lili lebih suka mengenang, tapi ia juga tahu ayah dan ibunya telah melalui berbagai kesulitan setahun belakangan dan garage sale adalah salah satu cara untuk move on dan memulai sesuatu yang baru. Piano yang tadi Lili pasangkan tulisan ‘Ambil gratis’ itu adalah piano tua kesayangannya. Roseanne… sebenarnya Roseanne jauh lebih menyukai gitar, tapi saat ia bermain piano, Lili tidak akan bosan mendengarnya dari

#7 di 2020: Pianis

♫ ♫♫ ♫♫ ♫♫♫ ♫♫♫ Wendy membuka matanya dan diam selama beberapa menit menatap langit-langit kamar. Ia sengaja tidak mau bangun terlalu cepat supaya bisa lebih meresapi permainan piano pria itu (kalau bukan dia siapa lagi memang?). Setelah beberapa saat memejamkan mata kembali, Wendy bangkit dari tempat tidur dan mengambil jaketnya. Ia berjalan ke pintu depan, kali ini tidak melihat dari jendela, ia langsung membuka pintu. Lelaki itu tetap bergeming sambil tetap menekan tuts dengan tenang. Wendy mengeratkan jaketnya sambil berjalan turun dari tangga teras. "Schumann," ucap Wendy pelan, namun ia yakin pria itu pasti dengar. Pun lelaki itu masih bergeming dan Wendy berhenti agak jauh darinya, menunggu lelaki itu selesai memainkan musiknya. ♫♫♫ ♫ ♫♫ Wendy tersenyum kecil, " That was beautiful. Do you want to take the piano? " Pria itu masih meletakkan kedua tangannya di atas tuts, ia tersenyum. " I won't bother. I mean, it's free, " lanjut We

#6 di 2020: Telepon

"Halo?" Penelepon di  ujung sana menahan napasnya, yang satu mengerutkan kening karena tak ada jawaban. "Ini siapa?" "Ji An..." Ji An hanya ingin mencoba sekali lagi. Sekali ini saja. "Oh, apa mencari Ji An? Maaf, dia pergi dan belum ditemukan." Lalu sambungan diputus. Ji An menghela napasnya dan berjalan ke arah gadis yang sekarang memainkan ponselnya di pinggir sungai berselimut salju. "Minum, Yi. Ini hangat," ucap Ji An seraya menyerahkan segelas kopi hangat, kesukaan Liu Yi. "Tahu tidak? Barusan ada yang menelepon lagi menanyakan Ji An," Liu Yi tertawa, pandangan tak beralih dari ponselnya. "Aku akan membenci Ji An sampai ia pulang." Lalu Liu Yi melempar ponselnya ke sungai yang membeku dan melompat bak anak kecil yang baru dapat lemparan terjauh. Dan lagi-lagi, Ji An hanya bisa menghela napasnya, menyesal dalam diam. ***** Jtn, 6/1/2020 22.22

#5 di 2020: Hijau

"Kenapa lihatinnya begitu?" "Kamu enggak takut?" "Hijau-hijau?" "Iya." "Enggak." "Nanti kalau kamu diambil gimana?" "Kamu musyrik?" "Ya enggak, lah!" "Nah, jangan percaya sama gitu-gituan. Baju hijau baju polkadot, kalau ditulisnya pergi hari itu, ya hari itu juga perginya." "Ya, kan, jaga-jaga." "Kamu doain aku mati?" "Enggak, lah." "Siapa tahu." "Enggak. Tapi manusia suka lucu. Bulan lalu ada yang terseret ombak. Dia pakai baju hijau. Dibilangnya seserahan untuk si Nyi Agung, karena sudah melanggar pantangan." "Lalu?" "Kemarin ada yang terseret ombak juga. Dia pakai baju hitam. Dibilangnya mati karena keram kaki." "Berarti benar ya, yang pakai baju hijau itu dijadikan tumbal." "Lah, katanya tadi enggak percaya?" "Iya, tumbal pembenaran logika manusia. Kalau yang hilang ban

#4 di 2020: [Skenario] Urusan Memaafkan

1. INT. SAMPING TANGGA, LORONG A GD.2 - PAGI Arsyad dan Kiara berdiri berhadapan dan saling tatap. Mata Arsyad terlihat ragu. KIARA Saya sudah ditunggu profesor, Kak. Kiara mengecek ponsel, Arsyad mengangguk. Kiara menatap Arsyad selama 15 detik, Arsyad masih diam. Kiara menghela napas. KIARA Kak. Mata Arsyad berkedip satu kali. KIARA Saya enggak marah. Saya cuma menganggap Kakak bodoh. Arsyad tidak bereaksi. KIARA Bodoh karena belum bisa move on setelah hampir 14 tahun. Arsyad mengalihkan pandangan ke lantai, lalu kembali ke Kiara. KIARA Gak ada yang menyalahkan Kak Arsyad. Semua tahu itu pilihan Kak Ratna yang jelas-jelas dia kasih tahu sendiri ke Kakak. Jadi jangan hancurin diri Kakak dengan perasaan yang sebenarnya gak ada. Arsyad tidak bergerak, matanya berkedip dua kali ke arah yang berbeda. 2. INT. TANGGA, LORONG A GD. 2 - PAGI Arkam datang turun dari tangga sambil mengecek berkas, lalu men

#3 di 2020: Jarak

Jarak, jarak antara kita bisa kamu definisikan dengan berbagai hal. Saat kita pertama bertemu, jarak itu adalah kebetulan, kebetulan itu dinamakan takdir. Menurut KBBI, jarak adalah ruang sela antara dua benda atau dua tempat. Kita pernah ada di satu ruang yang sama, pun sela seakan jadi pihak yang wajib hadir di tengah kita. Aku kesal dengan jarak. Itu yang akan Fiersa Besari katakan pada siapa pun yang menjaga jarak dengannya. Tapi pada kenyataannya, aku menikmati jarak. Di antara ruang sela, jarak pijakan bukan halangan untuk menjaga kedekatan dua pikiran yang saling berbagi resah. Orang bilang, jarak adalah siksaan. Tapi aku sadar, jarak tidak bisa memilih ingin jadi antagonis maupun sebaliknya. Yang jelas, jarak adalah kenyataan yang terhampar, antara kakiku dan kakimu untuk bisa saling berlari ke arah yang sama. Jarak adalah sekarang. Sekarang adalah abadi. Artinya, kita tak akan pernah lagi bertemu pandang, bertemu pikir, bahkan bertemu roma, seperti yang serin

#2 di 2020: Borobudur

Frans ingat soal Borobudur. Ia ingat bagaimana Nadine melamarnya di depan stupa paling atas, di depan lalu lalang turis asing maupun lokal yang sibuk mengikuti arahan guide untuk tidak duduk di atas stupa. "Frans! Nikah, yuk!" "Kamu sudah gila, ya?" "Memangnya kamu enggak mau?" "Mau, sih. Tapi, kan harusnya aku yang melamar." "Ya sudah, lamar aku sekarang." Kala itu, Frans menggaruk telinganya yang tidak gatal. Pun akhirnya ia menghayati dengan seksama peran yang diminta wanita mungil dengan rambut lurus dan senyum kekanakannya. Hari itu ia melamar Nadine. Hari itu juga, ia menempatkan candi peninggalan Syailendra itu tepat di samping Piazzale Roma, tempatnya pertama kali bertemu Nadine. Di samping Borobudur, ada monumen Johann Strauss di Vienna, tempatnya dan Nadine menjelajahi dongeng hutan Vienna, seperti yang dituturkan Johann Strauss dalam sheet musiknya. Lalu, tepat di ujung tulisan Johann Strauss, Frans menemp

#1 di 2020: Ombak

Ombak, kupikir, jadi salah satu elemen (kalau bisa disebut begitu) yang tidak mau berpihak padaku. Kalau dihitung-hitung, kurang lebih sudah 8 tahun ia tak mau berpihak padaku. Kadang aku berpikir, ombak dan aku, seperti dua orang yang sedang jatuh cinta, tapi malu mengakuinya. Seperti, saat aku mendekatinya, ia bergelung-gelung, tapi tidak pernah meraih ujung kakiku, paling genit hanya menyentuh ibu jari. Namun, saat aku mundur untuk bernapas, sisa buihnya bahkan separuh dirinya menyentuh tempat aku berdiri tadi. Aku menoleh ke sampingku, melayangkan pandangan jengah pada pria tinggi yang balas menatapku sambil tersenyum miring, tangannya mengacak penutup kepalaku. "Jangan gampang tergoda dengan ombak, Dik. Dia menarik rasa penasaran dalam dirimu, tarik ulur dengan misterius, membuat kamu ingin maju dan maju, sampai kamu tidak sadar maju terlalu jauh, dan ia melahapmu." Aku tidak merespon kakakku, tapi membenarkan perkataannya dalam hati. Aku sudah lebih tenan