Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2020

#Ngabubuwrite - Day 17: Di Antara Di Antara

Sunset from Nurul Hanifah Bai'un Saat dunia berputar, waktu berjalan. Kalau dunia sudah tidak berputar, bisa jadi waktu masih tetap berjalan. Maka, di setiap perjalanan waktu, ada amanah yang harus digenggam, ada pula yang harus dilepas. Dan di antaranya ada tangis, tawa, bercanda, serius, marah, bahagia, atau di antara di antara lainnya. Maka, di setiap langkah waktu, ada awal juga ada akhir. Di setiap akhir, awal akan datang, bersama wajah baru dan masa depan penuh tantangan. Di setiap awal, di ujungnya ada akhir, biar jadi pengingat, kalau segala peluh dan waktu itu ada masanya. Dan di antaranya ada kepastian yang belum terlihat. Di antara kepastian yang kelihatannya seperti awal,  atau seperti akhir, ada selipan doa-doa untuk yang percaya, bahwa baik atau tidak, semua akan punya akhir. Dan setiap akhir adalah, tabungan dari doa-doa di antara, yang sebagian buahnya bertebaran di antara, dan sebagian lain bertumpuk dengan rapih saat waktu tak lagi melakukan perjalanan. ***** Jtn,

#Ngabubuwrite - Day 16: Half of Half

As the meeting ended, she walked outside the bullpen, getting ready to chase another one. She knew the tall man had been staring at her since she first entered the meeting room. He kept staring at her wrist, when her old analog watch curled beautifully. She didn't want him to feel guilty, it was all in the past. She didn't blame him for her sister's death. Never. "Do you need something?" she approached him, maybe she could end whatever it was in his mind. But he stood still, with his cold look, and cold eyes, and black attire. Even back in her childhood days he always wore black. Those eyes are cold, but she knew he had been hurt for the past 15 years. "I will say it for once," she said looking at his black eyes. "I'm not mad at you," she never was, and never would, "I just think you're stupid." It was like he tried to read her mind while she did the same. The difference was that his expressionless face covered most of his sca

#Ngabubuwrite - Day 15: Have A Little Faith on Egg!

Hari ini Ara, Bian, dan Caka menerima masing-masing 30 butir telur dari kantor. Telur-telur ditaruh di dalam plastik karena egg box -nya hanya ada satu. Sejak menerima telur-telur itu, Ara jadi lebih cemas. Ara berjalan pulang dengan membawa plastik telur di tangannya, perhatiannya ia salurkan penuh pada telurnya. Beberapa kali Ara tersandung karena tidak melihat jalan. Setiap tersandung pula, Ara memeriksa isi telurnya, memastikan tidak ada yang pecah. Sampai di rumah, Ara baru sadar, perjalanan yang biasa ia tempuh selama 15 menit, sekarang jadi hampir 1 jam. Saat ia bergegas ke dapur untuk mengeluarkan telur-telurnya, ternyata beberapa telur pecah dari tersenggol tembok di gang sempit. Beberapa lain retak. Ara menyesal dan membuang telur yang pecah juga retak, dan beberapa yang kotor dengan putih dan kuning telur, karena terlalu menjijikkan. Bian menerima telur-telur itu dalam plastik, lalu membungkusnya dengan totebag  kain yang selalu dibawanya kalau-kalau ia tiba-tiba harus belan

#Ngabubuwrite - Day 14: Perc/Berd-aya diri

Kalau bukan diri sendiri, siapa lagi yang bisa menolong? Bahkan untuk Allah bisa menolong, kita harus punya kemauan kuat untuk membantu diri. "Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan." (Q.S. Al-Isra': 70) "...sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya." (Q.S. At-Tiin: 4) Ingat, kamu adalah makhluk yang mulia, hanya rendahkan dirimu di hadapan Sang Pencipta. ***** Jtn, 7/5/2020; 17.37

#Ngabubuwrite - Day 12: Bau Sore

Bau sore di Jatinangor sama dengan bau sore di Purworejo. Entah sore punya rumus kimia yang mengahsilkan zat berbau tertentu, atau rindu punya rumus sinapsis yang menyambungkan sore di Jatinangor dengan Purworejo. Bau ini bukan bau rumah, tapi tidak menghalangi perasaan ingin berkunjung ke tempat singgah. ***** Jtn, 5/5/2020; 17.34

#Ngabubuwrite - Day 11: Pakaian Terbaik

Hari itu seingatku hari Jumat, hari wawancara untuk jadi copywriter di 5K Movement. Karena satu dan lain hal, harusnya wawancara dilakukan jam 10, jadi dilakukan jam 11 lewat seperempat. Aku yang sudah datang 15 menit lebih awal dari waktu awal, memilih menunggu di bawah kantor, aula Masjid Assakir. Karena gabut, aku memilih untuk tilawah saja. Tak lama, masuk seorang bapak yang bisa dibilang sudah tua renta dengan pakaiannya yang lusuh, aku tengok ke belakangku (teras masjid), oh bapak itu tukang reparasi payung. Aku jadi teringat payungku yang baru saja kubuang karena rusaknya sudah parah, kalau tahu ada tukang reparasi payung, tidak akan aku buang dulu. Bapak itu terlihat mengambil wudhu ke samping masjid. Aku lanjutkan tilawah beberapa lama, bapak itu shalat, mungkin shalat dhuha. Sesekali bapak itu menoleh padaku saat ia berdoa setelah shalat,  mungkin suaraku terlalu besar. Marbot mulai masuk dan menggelar karpet, meminggirkan pembatas ikhwan-akhwat , aku sudahi tila

#Ngabubuwrite - Day 10: Jemuran

Jemuran di rooftop adalah saksi bisu dinamika kehidupan Jatinangor. Di indekos dengan rooftop  untuk mejemur baju, atau sekedar mencari sinyal, bisa terlihat berbagai macam jemuran, atap Jatinangor biasanya warna-warni saat periode perkuliahan. Kalau atap Jatinangor mulai didominasi oranye genteng dan abu semen, bisa jadi kamu sedang ada di akhir tahun, atau di hari lebaran, karena jemuran diturunkan, dan manusia pulang dari perantauan. Atau mungkin, sedang ada keadaan darurat yang mengharuskan manusia untuk pulang ke kampung halaman. Seperti saat ini. Bisa terlihat satu dua rooftop  warna-warni jemuran. Mungkin punya manusia yang bertahan di perantauan, atau malah sengaja ditinggal karena ingin cepat-cepat pulang. Ada satu tempat dengan warna-warni jemuran, bukan cuma di atapnya, di jendela juga. Asrama kampus. Entah itu pertanda baik atau buruk. Bisa jadi keduanya. Baik karena anak manusia terawat dan terjamin makannya, buruk karena dipenuhi suasana rindu rumah.

#Ngabubuwrite - Day 9: Nugget

Nugget butuh proses yang panjang untuk bisa jadi nugget. Prosesnya tidak sebentar, tidak mudah, dan tidak bisa dibilang tidak menyakitkan, terutama bagi ayam. Pertama, kita pilih dulu ayam mana yang tampangnya tidak melas untuk disembelih. Lalu direbus dulu biar bulu ayamnya bisa dipisahkan dari kulit. Lalu kulitnya dikuliti (?) agar bersisa daging dan tulang. Belum cukup penderitaan mantan ayam, dagingnya dipisahkan dengan tulang lalu digiling biar mudah dibentuk. Setelah itu, bumbu-bumbu dicampurkan dengan daging giling, biar hidup (mantan ayam) jadi lebih berwarna -eh, berasa. Baru, setelah diberi warna warni, daging giling siap untuk dibentuk. Ternyata, biar hasilnya lebih bagus, adonan giling harus direbus lalu ditinggalkan biar dingin. Habis itu, dibaluri sprinkle-sprinkle  panir biar tampilannya lebih sedap. Lalu? Digoreng, penderitaan terakhir sebelum dipandangi dengan air liur mengalir dan masuk ke mulut-mulut manusia yang belum tentu baca bismillah  sebelum mengu

#Ngabubuwrite - Day 8: Batu

"Batu kalau dimasak bisa matang, enggak?" Kalau aku tidak tahu, aku sudah memakinya dari tadi karena melontarkan pertanyaan super bodoh. Tiga kali pula, dengan pemilihan kata yang berbeda. "Enggak, Na," jawab Liam dengan nada matter-of-fact  yang malas. Dia yang berbaik hati dari tadi menjawab pertanyaan orang di depanku ini. "Tuh, Liam aja ngerti, Fas," ucap Qina sambil mengangkat bahu dan kedua tangannya. "Tapi batu kali dan hati batu tidak sama, Na," Liam lagi yang berargumen. Aku mengangguk, iya. "Benar, Qin. Batu kalau dimasak tidak bisa matang. Tapi hati batu kalau dimasak mungkin bisa cair." ***** Jtn, 01/05/2020; 17.34

#Ngabubuwrite - Day 7: Jalan

Hubungan itu seperti jalan raya, ada yang searah, ada yang dua arah. Yang dua arah pun belum tentu berinteraksi. Hubungan adalah jalan dengan berbagai macam tujuan, siapa bisa memastikan satu jalan berujung sama dengan jalan lain? Bisa jadi bertemu di ujung, ternyata, bukan dia jalan yang kamu harapkan. Layaknya hubungan, jalan hanya sekedar... jalan, saat sampai di tujuan, lalu apa? Jalan lagi ke tempat lain? Atau singgah? Sebentar atau selamanya? Jalan akhirnya akan ditinggalkan, untuk jalan yang lain, atau bisa jadi untuk singgah. Jalan ada banyak, peta digital  juga bisa diakses dari jalan manapun. Jadi, kenapa misuh-misuh saat tiba di ujung jalan yang tidak kita inginkan? Bukankah jalan memungkinkan kita untuk berbalik dan mengambil jalur lain supaya tidak tersesat? ***** Jtn, 30/4/2020; 17.46

#Ngabubuwrite - Day 5: Kwitansi

Semua orang pasti punya sesuatu yang berarti, entah dikatakan itu saja, atau sesuatu yang berarti dalam hidupnya, tapi tidak berarti apa-apa bagi orang lain. Ammar punya kwitansi, yang baginya sangat berarti, dan belum tentu menurut orang lain berarati. Kwitansi atau bukti pembayaran seringnya berarti bagi kedua belah pihak, biasanya penjual dan pembeli. Kadang, kwitansi cuma berarti bagi satu pihak saja, seperti bukti pembayaran saat belanja, asal uang sudah diterima kasir, kwitansi berarti bagi pembeli saja, untuk memeriksa barang belanjaan, setelah itu bahkan kwitansi tak berarti lagi bagi siapa-siapa. Bagi orang (yang menurut Ammar) baik, kwitansi itu tidak penting. Yang penting adalah memberi. Tapi bagi Ammar, kwitansi yang ia berikan ke orang baik itu penting, tanda mereka sudah menyisihkan harta berharganya, dan artinya ada pihak ketiga di luar sana yang menunggu kedatangan harta orang baik untuknya, dan mungkin bisa memulai kehidupan baiknya sendiri. ***** Jtn

#Ngabubuwrite - Day 4: Polisi Tidur

Polisi tidur dan halangan itu sama atau tidak? Hari ini hidup terasa tenang, pergi ke pinggir kota dengan angkutan umum tanpa penumpang. Sepi. Jalannya mulus sekali sampai— Dug. “Aw!” teriakku sambil mengusap kepala yang baru saja terkena pintu yang tiba-tiba terbuka. “Makanya jalan jangan sambil melamun,” kata manusia di depanku dengan nada yang tidak meremehkan juga tidak merasa bersalah. Aku hanya berdecak dan melewati dia dan pintu itu sambil terus mengusap-usap kepalaku. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya melihatku berjalan melewatinya tanpa marah-marah. Beberapa detik berjalan, aku membalikkan tubuhku. Dia masih di tempatnya, berdiri menatapku sekarang dengan tanda tanya. “Polisi tidur dan halangan itu sama atau enggak?” Mendengar pertanyaanku, bukannya mengerutkan dahi atau menatapku aneh, dia malah tertawa dan menggeleng. “Enggak. Polisi tidur itu tanda untuk memberi jeda. Halangan ya… untuk menghalangimu dari tujuanmu.” Aku menatapnya

#Ngabubuwrite - Day 3: Masker

Maskermu menutupi apa? Maskerku menutupi wajah, sebentar, sebagai bentuk usaha biar bitnik kecil dan noda hitam di wajahku hilang. Masker tetangga sebelahku menutupi wajah juga, biar bakteri yang keluar dari batuknya tidak menulari tetanggaku di depan kamarnya, yang memakai masker untuk menutupi wajahnya, biar tidak terkena bakteri yang keluar dari mulut tetangga seberangnya. Masker guru bahasaku menutupi wajahnya, semuanya, biar lebam-lebam di sisi bibirnya juga di ujung matanya tidak terlihat orang-orang. Masker kakak tingkatku juga menutupi wajahnya, biar sedihnya tidak menulari teman sekelompok tutornya. Masker teman kelasku beda lagi, dipakai untuk menutupi kakinya, biar lecet dan kapalan hasil jalan hampir satu jam dari kosan ke kampus tidak terlihat dan mengganggu teman-teman di kelas. Lalu ada, masker temanku yang lain, ia suka pesta, makan bersama, belanja bersama, apapun dilakukan bersama-sama; untuk menutupi teriakan kedua orang tuanya yang jarang m

#Ngabubuwrite - Day 2: Obeng

Pernah merasa seperti obeng? Kalau iya… ah, kamu beruntung, sepertiku, yang saat ini menatap pakaian yang digantung dalam lemarinya dengan sedikit sombong. Mungkin baju-baju pesta itu sedang iri denganku. Hari ini aku dipanggil untuk membersihkan kipas. Tugasku sderhana, memisahkan baut dan mur agar jala kipas bisa lepas satu sama lain. Aku berdebu, lalu dibersihkan. Maklum, lama sudah tidak dipakai. Terakhir kali 3 tahun lalu, saat membantu Si Nona Tinggi membersihkan kipas angin juga. Bertahun-tahun diabaikan membuat debuku seperti menyatu dengan ujung mataku. Kadang aku ingin merobek plastik yang membungkusku dan beberapa temanku yang lain, tapi salah satu temanku, paku, pernah bilang, “Pada saatnya kita akan dibutuhkan, dan kita akan lebih bersyukur karena kita dibutuhkan, bukan diinginkan.” Aku tidak mengerti maksud paku saat itu, tapi melihat baju-baju di lemari dan di atas tempat tidur berukuran raja itu, aku jadi mengerti. Aku dibeli –eh, tidak sih, ayah Si No

#Ngabubuwrite - Day 1: Croissant

“Kenapa.” Dean menghela napasnya, “Gak jelas.” “Aku beli croissant di Indoapril hari ini. Lucu banget, kan?” ucap Nada sambil membuka sebungkus croissant instan isi 2. Tunggu, bukannya croissant itu memang makanan instan, hanya dengan bentuk yang estetik? “Kita sebenarnya mau bicara apa, sih? Dari tadi mondar-mandir dari kenapa ke Indoapril ke kenapa lagi.” “Aku cuma ingin kamu resapi kata itu. Kenapa,” Nada mengecek jamnya. Sebentar lagi waktu berbuka. “Apa yang kenapa?” “Kenapa benci susah dilepas?” Dean berdesis dan tertawa sedikit, “Itu lagi? Kan sudah kubilang, dia mematahkan adikku.” Nada menggeleng, “Tapi Dania bahkan menganggap Aya menolongnya. Dan… sekarang Dania masih di sini. Tantrum seperti tadi itu sangat out of context , Yan.” Dean tidak menjawab. Ia tahu benar tadi itu salah. Tapi ia masih bersikeras bahwa Aya mutlak bersalah. “ Fun fact . Di dunia ini, kamu satu-satunya orang yang menyalahkan Aya.” Dean mendecik menu

Hidup dan Beriman: Refleksi dari Sebuah Pilihan

"Kalau tentang pemikiran-pemikiran bunuh diri dan destruktif bagaimana?" "Hmm... Kalau itu sebenernya saya bisa mengendalikan sendiri. Pikiran-pikiran bunuh diri itu memang selau terlintas setiap hari, tapi saya tahu saya gak akan melakukannya karena memang saya tidak berniat untuk itu, hanya sekadar pemikiran yang biasa lewat." Lalu pembahasan kami beralih ke pikiran negatifku yang lain. Yang sangat banyak. Tapi saat itu aku sadar, kalau sebenarnya aku capable untuk memilih . Ternyata aku bisa dengan sadar memilah hal-hal yang menjagaku tetap dalam koridor yang tepat, dalam kasusku, menahan diri untuk tidak mati. Jumat lalu kebetulan baca arti Al-Kahfi, di ayat 29 ada potongan, "...Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; barang siapa menghendaki (beriman) hendaklah dia beriman, dan barang siapa menghendaki (kafir) biarlah dia kafir. Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka bagi orang zalim, yang gejolaknya mengepung mereka. Jika mereka meminta

#30 di 2020: Leaving

Zhu menggeleng dan tersenyum pada lelaki di hadapannya. Ia meraih tangan kekar itu dan menyelipkan selembar kertas ke sana sebelum berbalik dan menaiki van yang dikemudikan saudarinya. Zhu pergi, meninggalkan Sam dan pantai timur yang sama-sama sunyi. Sam membuka pelan lembaran yang diberikan Zhu. " Because what really matter is to live. And if we do, there will be nothing to forgive." ***** Jtn, 30/1/2020 23.30

#29 di 2020: Aurora

Berjalan di bawah the northern lights adalah impian Aurora. Sejak perginya Putri, ia berjanji untuk pergi ke Norwegia, tribut untuk adik kembarnya. Putri selalu suka northern lights , Aurora malah lebih suka milky way . Pun begitu, mereka berusaha mewujudkan impian satu sama lain. Sekarang Putri tidak bisa membantu mewujudkan mimpinya. Aurora akan mewujudkan mimpinya, dan mimpi Putri. "Aurora berdiri di bawah aurora," membuatnya menoleh. Viktor berdiri dengan gagahnya mengangkat kamera, memotret kedua Aurora di hadapannya. "Putri pernah cerita padamu tentang aku?" Aurora menjawabnya dengan pertanyaan, berselimut bahasa Norwegia amatiran. Viktor tersenyum, "Dia pernah cerita punya kakak bernama Aurora, yang lebih tertarik pada milky way ." Aurora ikut tersenyum, "Ternyata Aurora indah juga." Viktor tertawa, kembali memotret aurora. "Aku harap Putri di sini sekarang. Dulu Putri selalu bertanya tentang Tromso begini, Tromso b

#28 di 2020: Casual

Doon adalah orang yang hampir di setiap saat hidupnya berterus terang. Entah dengan jawaban pilihan ganda maupun lewat pertimbangan panjang. Seperti yang sudah pernah Una ceritakan sebelumnya, Doon selalu berterus terang dengannya. Kadang hal itu membuat Una berteriak dalam hati dan jari-jarinya jadi keriting. Kadang juga membuat Una tersenyum, tentang betapa casual - nya Doon dalam berterus terang. "Na, make up -mu terlalu tebal." "Na, warna bajunya tidak bagus." "Kurang asin. Tapi apapun yang kamu buat akan selalu kumakan." Atau "kosongkan waktu minggu depan ya, Na. Aku akan datang melamar," saat ia sedang sibuk membantu membetulkan printer 3D milik Una yang rusak. Saat itu Una hanya bisa menatap lama Doon yang tidak mengalihkan pandangan dari printer 3Dnya. Pun akhirnya Una mengangkat bahu sambil tertawa kecil. "Oke." ***** Jtn, 28/1/2020 23.33

#27 di 2020: Konspirasi

Pernah merasa seluruh dunia berkonspirasi melawanmu? Itu yang Fe rasakan tiga bulan ke belakang. Kaki seperti roti isi, di antara aspal dan mobil yang terbalik; tidak boleh (dulu) kembali kerja lapangan; punya orang tua yang tidak siap kalau dirimu ada di pekerjaan antara hidup dan mati, membangkang perintah kapten untuk memulihkan diri di rumah, memilih keluar bekerja sebagai bentuk protes karena tidak diizinkan kembali ke lapangan. Kalau Fe ingin berpikir lebih jauh, sebenarnya ia yang berkonspirasi melawan dirinya sendiri. Lihat, sekarang ia ada di seaworld , jadi babysitter rekan kerjanya, Dru. Si kecil ajaib Koko yang tak bisa berjalan dengan normal, pun senyumnya tidak pernah hilang. "Koko, kalau udah besar mau jadi apa?" Fe memelintir punggung kaos Koko yang sedang bersandar pada kaca yang membatasinya dengan para hewan laut di kolam besar, biar tidak jatuh. "Astronot, pesulap." Fe mengangguk sambil mengunyah snack -nya. "Keren." "Pemadam

#26 di 2020: Potongan Melawan Takdir

Apa kamu percaya saat kamu berdiri diam di keramaian lalu matamu bertemu pandang dengan seseorang di sisi yang lain, artinya kamu dan orang itu ditakdirkan bersama? Aku ingin sekali mengubah kepercayaan itu.   Bayangkan saja, enam bulan terakhir aku sudah bertemu pandang dengan tiga wanita berbeda. Masa, aku harus menikahi ketiganya? Aringga adalah anak kumpulan pertama yang mengalaminya. Saat aku kehilangan jejaknya yang biasa membuntutiku di pasar, aku kembali dan menemukannya terpaku menatap lurus ke depan, di tengah kerumunan warga desa lalu lalang. Aku menepuk punggungnya dan dia memarahiku karena mengalihkan pandangannya. “Aku baru saja kehilangan jodohku gara-gara kamu,” dan aku mengabaikannya. Jodoh tak akan ke mana. Pun aku meninggalkannya, siapa tahu dia bertemu pandang lagi dengan orang lain, jadi jodohnya akan ada banyak sepertiku. ***** Sekretariat BPM Kema, 26/1/2020 21.49

#25 di 2020: Perbedaan

Pernah berpikir kenapa dua kebudayaan berbeda bisa menyatu dalam harmoni? Di bangsal ini, sulit untuk mengerti kata-kata perawat yang menurut telinga Ze seperti kereta lewat. Tapi di akhir kunjungan rutinnya, Ze dan perawat itu bisa tersenyum satu sama lain. Ze akan melihat perawat itu pergi ke tempat tidur lain dan melakukan pengecekan sambil mengajak pasiennya berbicara. Pasiennya hanya mengangguk. Tentu ia tak akan mengerti perawat itu. Ia datang dari tempat yang lebih jauh dari Ze dan orang-orang di bangsal ini. Ze pernah melihat si kecil An bermain dengan salah satu tentara dari barat, menendang bola bersama, walau An menendang dengan kruknya. Mereka saling tertawa. Tentara itu akan menanyakan bagaimana kaki An. An akan menjawab bahwa sebelumnya ia pernah jadi penyerang dan membawa timnya ke pertandingan kecamatan. Tentu si tentara tidak tahu apa yang An bicarakan, dan An juga tidak tahu apa yang si tentara bicarakan. Tapi, hei, yang penting mereka berinteraksi dengan baik, bukan

#24 di 2020: Kebenaran

“Wendy.” Wendy menoleh pada ayahnya yang sekarang di depan pintu kamar membawa segelas cokelat hangat. “Kamu lupa bikin cokelat.” “Yah, I’m 24 . Aku bisa bikin sendiri,” Wendy menghampiri ayahnya dan mengambil cokelatnya. “Kamu kenal sama orang yang tadi?” Wendy duduk di kasurnya dan menyesap cokelatnya, ia mengangguk. “Sekarang udah kenal. Ayah juga pasti kenal. Kenapa kemarin pura-pura gak ngeh?” Ayahnya mengangkat bahu, “Ayah gak begitu kenal.” “Ya tapi pasti Ayah tahu kan dia penyebab kecelakaanku?” Ayah Wendy menghela napas dan duduk di meja belajar Wendy. “Kamu percaya?” “ I don’t know. Everything was clear. The police, the cctv, everything…, ” Wendy mengangkat bahunya, mengeratkan genggaman pada gagang gelas cokelat. Ayahnya mengangguk, “ It’s clear ,” dan ayahnya setuju. “Terus kenapa dia bilang begitu?” Ayahnya mengambil buku tugas milik Wendy dan membolak-balik bukunya, “ Are you angry? ” “ I am. I do. It’s just like… he said that on purpose. To tell me that he killed Liliann

#23 di 2020: Sunyi

Sunyi. Mungkin itu nama film horor yang kamu pernah lihat di tahun kemarin. Tapi bisa kupastikan, hidupku lebih menarik daripada horor picisan yang satu itu. Desa kami tidak besar, tapi tidak juga kecil. Dari pintu selamat datang sampai pemakaman di belakang desa, hanya memakan waktu 3 jam berjalan kaki. Listrik hanya menyala dari pukul 6 malam sampai 6 pagi. Lampu hanya akan dinyalakan pukul 8 sampai 12 malam. Sayangnya, ini bukan kisah diskriminasi pemerintah yang ditujukan pada kami. Kami adalah manusia malam. Tentu semua harus dimanfaatkan saat listrik menyala, bukan? Malam-malam kami habiskan berpesta, memasak, belanja ke pasar. Pagi hingga matahari terbenam kami gunakan untuk tidur dan beristirahat. Para tetua di sini tidak suka aktivitas di terang hari. Para tetua di sini tidak suka kalau kami beraktivitas di terang hari. Tapi namanya juga kaula muda, bandel. Aku salah satunya. Bersama belasan teman mudaku, kami yang malah tertidur saat hari gelap tak lagi mengantuk di terang

#22 di 2020: Happiness

Happiness oleh Keana Lingga “Chan, laporannya mau diletakkan di mana?” Chan punya banyak hal yang ia syukuri dalam hidupnya. Salah satunya bekerja dengan teman-teman yang pengertian dan tetap menghargai dirinya di samping kekurangan yang dimilikinya. Kadang ia berpikir bagaimana teman-temannya bisa tahan berada di lini yang sama dengan dirinya. “Letakkan di meja kak Sean saja, Nana.” Chan bisa melihat mulut Nana terbuka lebar. Kalau tebakannya benar, Nana pasti sedang terkejut dengan jawabannya. “Ih! Mantap, Chan! Kok, kamu tahu ini aku?” Chan tersenyum miring sambil menata berkas di mejanya. “Suaramu itu khas, Na. Lalu…” Chan menunjuk kepalanya sendiri lalu menunjuk Nana. Lagi-lagi dilihatnya mulut Nana menganga seperti ikan koi yang pernah Chan lihat di televisi. “Oh iya, ya. Kan kemarin aku sudah bilang ke kamu kalau aku ganti warna rambut hehehe. Ya sudah, selamat kerja lagi! Semangat!!! Minggu depan liburan, asyik!!!” Mata Chan mengekor

#21 di 2020: Topeng

Manusia membutuhkan topeng untuk bertahan hidup. Entah itu topeng putih di atas hitam atau sekadar topeng drama. Kadang Yaya merasa lelah dengan wajah-wajah bertopeng yang ditunjukkan orang-orang terdekatnya, terlebih saat topeng itu dipakai di depan Yaya sendiri. Yaya tidak mengerti kenapa sulit sekali bagi mereka untuk melepas topengnya sebentar saja, lalu menumpahkan keluh kesahnya sehingga setidaknya, ada perasaan lega dari dalam diri yang membuat mereka siap lebih cepat untuk melepas topengnya dan berjalan dengan rasa percaya diri yang baru. Sialnya, kadang Yaya membenci dirinya sendiri karena memakai topeng yang sama. Ia pun masih menebak-nebak, apakah ia memakai topeng untuk menghindari pertanyaan, kenyataan, atau mempertahankan kebahagiaan semu? Hal yang lebih menyebalkan, orang yang dari tadi berdiri di hadapannya adalah orang yang menyebabkan ia percaya kalau semua orang membutuhkan topeng pada waktu-waktu tertentu. Yaya menggigit bibirnya, berhitung dengan si

#20 di 2020: Bergerak

Hidup itu adalah proses. "Ya, aku tahu!" pada dasarnya adalah jawaban semua orang. Tapi apa benar bahwa kita benar-benar menganggap kehidupan adalah sebuah proses? Kalau iya, kenapa masih merasa nyaman dengan stagnasi? "Tenang, itu termasuk bagian dari proses. Sebentar lagi mereka akan bergerak." Aku tertawa dan mengangguk. Ax benar. Ada manusia yang sepanjang hidupnya dihabiskan untuk berproses. Ada yang baru sekali melangkah langsung dapat apa yang diinginkan, untuk kemudian mencari tujuan berikutnya, lalu berproses untuk sampai ke sana, lalu mencari tujuan berikutnya, lalu berproses lagi untuk sampai ke sana. Tidak salah. Hakikat manusia adalah bergerak. ***** Jtn, 20/1/2020 23.28

#19 di 2020: Kuliah

"Ini baju adik lo?" Yudha mengangguk. "Baju ibu sama bapak juga." "Lo tinggal berempat berarti sama mereka?" Yudha menggeleng. "Saya dengan adik di lantai 3. Ibu dan bapak di bawah." Kiara mengangguk-angguk. "Kok gue baru lihat lo, ya? Padahal gue udah tinggal di sini dua tahun." Yudha tersenyum, "Saya baru pindah tiga bulan yang lalu. Sebelumnya saya di Jakarta Utara. Diminta bapak menjaga rusun dan adik karena bapak dan ibu kadang suka berdagang ke luar kota." Kiara mengangguk-angguk. Anak berbakti. "Kamu kuliah di UI, ya? Angkatan berapa?" Kiara mengangguk, tidak curiga, karena waktu pertama mereka bertemu Kiara memakai jaket kuning itu. "1997." "Kamu hebat ya, Kiara." Kiara menatap Yudha bertanya. "Kamu itu keturunan Tionghoa, tapi bisa berkuliah di UI, di tahun reformasi pula. Saya sih tidak mempermasalahkan, tapi pasti banyak orang yang mempermasalahkan. Belum lagi kerusuhan

#18 di 2020: Kritis

Ini jam kritis. Jam pun tak sisa. Tinggal menit menunggu detik. Siapapun akan kalang kabut dalam heningnya malam; berpikir apa masih bisa bangun esok Subuh, apa masih bermimpi pagi nanti, apa masih bisa melihat sinar di ujung hari, apa masih bisa mengangkat kaki tegak berdiri. Ini menit kritis. Tinggal sedikit hingga sampai ke detik. Tadi berpikir untuk esok. Kini berpikir untuk kemarin; apakah sembahyang sudah lengkap mencium tanah, apakah amunisi sudah cukup dikumpulkan untuk bekal hari esok, apakah si bungsu sudah berhasil keluar dari lebatnya belantara. Menit berganti detik. Tak tahu pasti berapa pertanyaan yang terjawab pasti. ***** Jtn, 18/1/2020 23.46

#17 di 2020: Pulang

"Ma, Opa belum pulang?" Kiara yang melihat mamanya mondar mandir di depan pintu ikut berdiri dan menghampiri mamanya. "Kokoh sudah telpon ke rumah?" Alih-alih menjawab, mama Kiara malah bertanya dengan nada yang sarat akan kekhawatiran. Kiara menelan ludah, menggeleng. Diliriknya telpon rumah yang sedari pagi belum juga berdering. "Ck." Mama Kiara membuka pintu dan berlari tergesa menuju lift . "Mama!" Kiara ikut berlari. Sayang, pintu lift lebih dulu ditutup, meninggalkan Kiara yang tanpa sadar sudah basah air mata. "Tangga," gumam Kiara. Ia berbalik dan berjalan cepat, semakin cepat, semakin cepat, hingga berlari sampai menuruni tangga. "Sshhh." Kiara baru saja terjatuh dari tangga lantai satu. Tapi masa bodoh dengan kaki pincang dan rasa sakit. Air matanya semakin deras mengalir. "BAGAIMANA BISA SAYA DIAM DI SINI SAAT ANAK DAN MERTUA SAYA ADA DI LUAR SANA?!" Kiara bangkit, terseok berjalan menuju lobb

#16 di 2020: Maddah

Surakarta, 21 November 1993. Maddah artinya dibaca lebih dalam. Setidaknya itu kata pedagang keturunan Arab yang mampir ke pesisir tahun lalu. Kalau Mada artinya kekuatan dalam pertempuran. Itu kata ibu. Mada dan Maddah harusnya tidak berhubungan. Tapi entah mengapa semua orang mengharuskanku membaca lebih dalam. Aku punya kekuatan yang akan berguna, dan aku menyadarinya. Tapi lagi-lagi aba selalu pergi melaut dengan sebuah pesan, "Maddah, Mada. Maddah. Maddah!" Halo, Aba? Maddah itu menyulitkan. Pepatah tetua, saat kamu mengetahui musuhmu lebih dalam, kamu akan mencintainya juga. Maddah sudah membuat Mada membaca, Aba. Mendalami hal-hal ambigu yang seharusnya dan tidak seharusnya. Maddah telah meninggalkan perasaan pada Mada, Aba. Perasaan benci, cinta, dan bersalah jadi satu yang harus Mada tanggung seumur hidup. Sampai ada Mada yang lain. ***** Jtn, 16/1/2020 22.08

#14 di 2020: Main ke UI

Jakarta macet. Gerimis yang turun tadi malam tidak membuat hawa panas ibukota menguap. Debu juga masih beterbangan, macam musim panas saja. Di sisi lain, Kiara masih terlihat jelita. Seakan debu Jakarta terbang melewatinya. Wajahnya masih berseri, membuat kepala orang-orang di trotoar mengikuti gerak Kiara sambil bergumam kagum. Entah sudah berapa lama mereka berjalan. Mereka berjalan dengan diam. Belum ada satu yang mengangakat tangan untuk melihat jam di pergelangan tangan. Mereka berdua sama-sama menikmati angin sepoi yang mulai datang saat kaki diinjakkan di gerbang utama UI. Kiara banyak menunjuk bangunan dan landmark, mulai dari Keperawatan, Ilmu Komunikasi, Farmasi, stadium, juga danau. "FH jauh di ujung sana," kata Kiara sambil menunjuk ke arah danau. "Ini, fakultas gue." Kiara membentangkan tangannya dan tersenyum senang, menghirup udara seakan-akan baru keluar dari ruang ujian. Yudha tersenyum, melihat plang bertuliskan FTUI yang kelihatannya baru diganti.

#13 di 2020: Running

Once upon a time, you ran. I ran the next day. Wasn't hoping to catch you. Just for the sake of fresh air. And fresh heart, perhaps. Because we ran, and it's too far for coming back. But maybe we could someday. For now, I'll just wait here. Till' the wind blows ----- Once upon a day, I saw you ran. I stopped running myself, but you didn't. Was hoping to catch you. For the sake of fresh air. And the old heart that follows, perhaps. Because I keep running, but you never stop either. Maybe we could, someday. For now, I'll just keep running. Till' I find you ***** Jtn, 13/1/2020 22.55

#12 di 2020: Menangis

Napasnya berat, membuat masker bening yang menutupi setengah wajahnya berembun. Matanya terbuka, tapi tidak melirik ke sana ke mari, hanya kedipan dan sorotan lurus ke atas, membuat bulu matanya yang masih lebat basah berbasuh air mata. "Ada kabar dari anak-anak?" Suaranya parau, putus di setiap kata, kadang di tiap suku kata. Laki-laki itu menggeleng. Mata si pemilik suara parau berkedip sekali, tanda anggukan kepala yang tak akan pernah terjadi. "Uang..." Tidak sanggup melanjutkan. Si lelaki memajukan kursi, mendekat ke wanita yang terbaring lemah. "Sudah diterima kemarin, Bu," tidak berusaha terdengar seperti keluarga yang hendak berduka. Itu lah alasannya duduk di sini sekarang. "Uang... lebih... Menangis... di pemakaman." Lelaki itu mengangguk. Sudah tugasnya menangis di pemakaman seseorang, utamanya yang telah membayarnya. ***** Jtn, 12/1/2020 21.52