“Kenapa.”
Dean
menghela napasnya, “Gak jelas.”
“Aku beli croissant
di Indoapril hari ini. Lucu banget, kan?” ucap Nada sambil membuka sebungkus croissant
instan isi 2. Tunggu, bukannya croissant itu memang makanan instan,
hanya dengan bentuk yang estetik?
“Kita
sebenarnya mau bicara apa, sih? Dari tadi mondar-mandir dari kenapa ke
Indoapril ke kenapa lagi.”
“Aku cuma
ingin kamu resapi kata itu. Kenapa,” Nada mengecek jamnya. Sebentar lagi waktu
berbuka.
“Apa yang
kenapa?”
“Kenapa
benci susah dilepas?”
Dean
berdesis dan tertawa sedikit, “Itu lagi? Kan sudah kubilang, dia mematahkan
adikku.”
Nada
menggeleng, “Tapi Dania bahkan menganggap Aya menolongnya. Dan… sekarang Dania
masih di sini. Tantrum seperti tadi itu sangat out of context, Yan.”
Dean tidak menjawab.
Ia tahu benar tadi itu salah. Tapi ia masih bersikeras bahwa Aya mutlak
bersalah.
“Fun fact.
Di dunia ini, kamu satu-satunya orang yang menyalahkan Aya.”
Dean mendecik
menunjuk dagunya ke tangan Nada. “Jam tangannya gak usah dilihatin terus.
Maghrib gak pindah jadi malam,” yang dijawab Nada dengan cengiran, “Ini makanan
titipan orang.”
Setelah mengecek
ponselnya beberapa saat, Nada kembali memusatkan perhatiannya pada Dean. “Aku
punya teori tentang rasa bencimu pada Aya.”
Kali ini
Dean yang nyengir. Ada-ada aja.
“Mau denger
gak?”
…
“Oke! Jadi…”
Dean tertawa, memang tidak ada yang bisa menghentikan Nada.
“Kamu benci
Aya karena dia membuat suatu rencana yang membuat semua rencana hidup Dania
harus dirombak dari awal. Kamu makin benci dengan Aya karena saat Dania bangun
dia malah berterima kasih dengan Aya di mana menurut kamu Dania harusnya ikut benci
juga. Jadi kamu mulai melempar tantrum pada Aya, menyalahkannya di saat semua
orang membela Aya.”
Dean tidak
bergeming.
“Dan
sekarang setelah 3 tahun berlalu, kamu ditempatkan satu kelompok dengan Aya. Ternyata…
Aya itu baik, akrab sama semua orang, disukain sama semua anggota kelompoknya, bisa
berpikir strategis, bagus kerjanya, dan dia berkali-kali nolongin kamu waktu
kamu stuck di satu kasus. Dia jauuuuhhhh di atas, eh atau di bawah? ekspektasi
kamu.”
Dean menatap
ke luar jendela ruangan kaca.
“Kamu
semakin benci. Kamu mengharapkan semua cacat ada pada dia, tapi malah
sebaliknya. Supaya ada setidaknya satu orang yang bisa kamu manifestasikan
sebagai rasa bersalah terhadap diri kamu sendiri. Kamu butuh sesuatu… atau
seseorang untuk dibenci, sampai kamu bisa memaafkan dirimu sendiri.”
Ah, sialan.
Gampang sekali wanita ini memaparkan teori tentang dirinya. Sialnya juga, wanita
ini benar, karena yang sebenarnya salah adalah dirinya.
“Entah
kapan,” lanjut Nada, yang sepertinya merupakan akhir dari teorinya.
“Ya!” Nada
melambaikan tangan pada Aya, yang menghampirinya dan tersenyum kaku pada Dean.
Nada mengambil croissant dari atas meja dan memberikannya pada Aya, “Si
mbak Adie ngidam aneh-aneh aja. Untung ada tadi, tinggal satu.”
“Thanks
banget, Kak. Kata mbak Adie makasih juga.”
*****
Jtn, 24/4/2020; 17.33
Komentar
Posting Komentar