Langsung ke konten utama

#Ngabubuwrite - Day 4: Polisi Tidur


Polisi tidur dan halangan itu sama atau tidak?

Hari ini hidup terasa tenang, pergi ke pinggir kota dengan angkutan umum tanpa penumpang. Sepi. Jalannya mulus sekali sampai—

Dug.

“Aw!” teriakku sambil mengusap kepala yang baru saja terkena pintu yang tiba-tiba terbuka.

“Makanya jalan jangan sambil melamun,” kata manusia di depanku dengan nada yang tidak meremehkan juga tidak merasa bersalah.

Aku hanya berdecak dan melewati dia dan pintu itu sambil terus mengusap-usap kepalaku. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya melihatku berjalan melewatinya tanpa marah-marah.

Beberapa detik berjalan, aku membalikkan tubuhku. Dia masih di tempatnya, berdiri menatapku sekarang dengan tanda tanya.

“Polisi tidur dan halangan itu sama atau enggak?”

Mendengar pertanyaanku, bukannya mengerutkan dahi atau menatapku aneh, dia malah tertawa dan menggeleng.

“Enggak. Polisi tidur itu tanda untuk memberi jeda. Halangan ya… untuk menghalangimu dari tujuanmu.”

Aku menatapnya dengan muka bodoh sambil mengangguk-angguk, “Oke,” kataku lalu berbalik dan kembali berjalan ke tempat tujuanku.

“Jangan lupa kepalanya dikompres!” teriaknya yang sudah jauh di belakang.

Aku baru bertemu polisi tidur atau aku baru bertemu halangan? Aku masih ingin pergi, tapi rasanya ingin kembali juga. Membingungkan.



*****

Jtn, 27/4/2020; 17.40

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hidup dan Beriman: Refleksi dari Sebuah Pilihan

"Kalau tentang pemikiran-pemikiran bunuh diri dan destruktif bagaimana?" "Hmm... Kalau itu sebenernya saya bisa mengendalikan sendiri. Pikiran-pikiran bunuh diri itu memang selau terlintas setiap hari, tapi saya tahu saya gak akan melakukannya karena memang saya tidak berniat untuk itu, hanya sekadar pemikiran yang biasa lewat." Lalu pembahasan kami beralih ke pikiran negatifku yang lain. Yang sangat banyak. Tapi saat itu aku sadar, kalau sebenarnya aku capable untuk memilih . Ternyata aku bisa dengan sadar memilah hal-hal yang menjagaku tetap dalam koridor yang tepat, dalam kasusku, menahan diri untuk tidak mati. Jumat lalu kebetulan baca arti Al-Kahfi, di ayat 29 ada potongan, "...Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; barang siapa menghendaki (beriman) hendaklah dia beriman, dan barang siapa menghendaki (kafir) biarlah dia kafir. Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka bagi orang zalim, yang gejolaknya mengepung mereka. Jika mereka meminta...

Pengalaman Seleksi CPNS 2021 – SKD Part 2: Hari-H

Sebelumnya: SKD Part 1 👈 Akhirnya lanjut lagi setelah setahun 😂🙏🏻 8 Oktober 2021. Dresscode peserta ujian adalah kemeja putih dan rok/celana hitam dengan kerudung hitam untuk yang memakai kerudung, sepatu pantofel tertutup berwarna gelap. Saya cuma punya rok dan kerudung saja. Sepatu pantofel dipinjamkan oleh sepupu yang anak Paskibra, kemeja baju putih dipinjamkan sepupu laki-laki. Karena Covid-19, persyaratan jadi lumayan ribet. Peserta diharuskan memakai masker 3 ply + masker kain yang waktu saya coba ya Allah gak bisa bernapas rasanya. Lalu harus juga membawa tes PCR atau Antigen. Saya tentunya memilih opsi paling murah. Karena saya dapat sesi jam 3 sore, paginya saya bisa tes Antigen dengan tenang. Saya berangkat bersama ibu saya jam 7 pagi, tes Antigen, lalu naik kereta turun di Stasiun Duren Kalibata (sekarang udah tahu stasiun kereta yang lebih dekat 🥲), naik angkot, lalu jalan santai ke gedung tempat pelaksanaan tes. Waktu kami tiba, baru jam 11an. Sepanjang jalan...

Pendidikan Ideal

Aku tahu harusnya aku tidak melakukan ini, tapi aku tidak bisa menahan rasa penasaran yang menyelimuti pikiranku tentang orang itu. Beliau adalah Pak Armawan, satpam di masjid kampusku. Kata Pak Yat –satpam masjid yang satunya, namanya harusnya Darmawan, tapi terhapus huruf D-nya saat mendaftarkan kelahiran. Lagi pula, Darmawan rasanya tidak cocok dengan imej pak Armawan yang galak kalau soal parkir-memarkir di masjid kampus. Ada satu hal yang membuatku penasaran tentang beliau, yang membuatku melakukan hal yang seharusnya tidak dilakukan, apalagi saat hari raya: memperhatikan beliau lebih dari memperhatikan bapak dosen yang saat itu sedang berkhutbah. Pak Armawan punya kebiasaan, yaitu menangis mendengar khutbah shalat iedul adha . Padahal khutbah iedul adha menurutku tidak spesial, materinya dari tahun ke tahun itu-itu saja, diawali kisah Nabi Ibrahim yang mencari tuhan sampai ke kisahnya bersama Nabi Ismail tentang kurban. “Mohon maaf lahir batin, Ker,” aku meng...