Langsung ke konten utama

Bagaimana Seorang Sahabat?

Hari ini, setelah pulang UTS aku mengirim wall kepada facebook group, sahabat selamanya, yang isinya begini:

Menurut kalian sahabat itu gimana sih? Apa yang buat kamu kamu yakin kalau dia sahabatmu? Dan kenapa dalam waktu yang singkat kamu bisa menobatkan dia sebagai sahabatmu? Komen ya.. *galau


Dari dulu aku selalu berpikir keras, kenapa seseorang itu mudah sekali untuk mengatakan "Kamu adalah sahabatku" di Twitter, di Facebook, dimanapun, dihadapan teman-temannya, aku rasa menurut pandanganku sebagai seorang wanita yang relatif pikir-pikir dulu sebelum memutuskan, rasanya aneh, teman yang hanya dekat dikatakan sahabat, dan berpikir juga, apa yang mereka bilang sahabat itu menganggapnya sebagai sahabat?


Beberapa saat kemudian, seorang temanku di kelas 7-9, Chandra Kaniyanti berkomentar seperti ini:


Sahabat sejati itu seseorang yang bisa menerima kelebihan maupun kekurangan kita dengan ikhlas. Yang menobatkan ku karna menganggap dia seorang sahaabat adalah, karna dia baik mungkin dan bisa menerima kekurangan kita. Jujur sampai detik ini saya belum mendapatkan TEMAN SEJATI.


Hmm... Aku diam, tidak berkomentar, mencoba menyerap kalimat-kalimat itu, memang sahabat itu harus menerima kelebihan dan kekurangan kita, itu adalah hal spontan yang dikatakan setiap orang kalau ditanya tentang sahabat. Sahabat=Teman Sejati, teman yang bisa diajak bersama untuk masuk surga.


Lalu, 1 notification, Githa Lucentia mengomentari sebuah kiriman di sahabat selamanya,


Menurut saya sahabat itu adalah orang yg dapat menerima kelebihan dan kekurangan kita, dan juga mereka dapat menerima semua kisah kita, tetapi banyak orang yang mengemukakan bahwa 'sahabat itu temen terdekat gue saat itu, ya karena gue bisadeket dengan orang yang berbeda-beda tiap tahunnya, makanya gue bisa ganti-ganti sahabat' tapi faktanya pernyataan tersebut jelas-jelas salah, dia itu bukan berarti sahabat melainkan teman biasa, dan dapat di katakan sahabat adalah orang yg mampu berteman dengan kita dari usia kita dini, hingga usia kita sudah mulai tua, bahkan yg lebih setia hingga akhir hayat. Dan hingga saat ini saya belum menemukan orang yg biasa di sebut sahabat.


Sepertinya dia tahu banyak tentang sahabat, ya, sekarang aku mengerti, kalau seperti yang aku kemukakan tadi itu bukan sahabat, hanya sekedar teman dekat, karena sahabat tidak pernah hilang dan lekang, dan ingatan tentang sahabat akan selalu ada walaupun ia bukan lagi menjadi yang terbaik.


Dan aku pun mengerti sekarang bagaimana seorang sahabat itu, dan sekarang aku sedang mencari seorang sahabat yang mampu menerimaku apa adanya, dan memaafkanku karena ia tahu kalau kesalahan itu bagian dari dirku.


Alhamdulillah... Senyumku merekah untuk kalian semua yang sudah memberiku arti sahabat

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hidup dan Beriman: Refleksi dari Sebuah Pilihan

"Kalau tentang pemikiran-pemikiran bunuh diri dan destruktif bagaimana?" "Hmm... Kalau itu sebenernya saya bisa mengendalikan sendiri. Pikiran-pikiran bunuh diri itu memang selau terlintas setiap hari, tapi saya tahu saya gak akan melakukannya karena memang saya tidak berniat untuk itu, hanya sekadar pemikiran yang biasa lewat." Lalu pembahasan kami beralih ke pikiran negatifku yang lain. Yang sangat banyak. Tapi saat itu aku sadar, kalau sebenarnya aku capable untuk memilih . Ternyata aku bisa dengan sadar memilah hal-hal yang menjagaku tetap dalam koridor yang tepat, dalam kasusku, menahan diri untuk tidak mati. Jumat lalu kebetulan baca arti Al-Kahfi, di ayat 29 ada potongan, "...Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; barang siapa menghendaki (beriman) hendaklah dia beriman, dan barang siapa menghendaki (kafir) biarlah dia kafir. Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka bagi orang zalim, yang gejolaknya mengepung mereka. Jika mereka meminta...

Pengalaman Seleksi CPNS 2021 – SKD Part 2: Hari-H

Sebelumnya: SKD Part 1 👈 Akhirnya lanjut lagi setelah setahun 😂🙏🏻 8 Oktober 2021. Dresscode peserta ujian adalah kemeja putih dan rok/celana hitam dengan kerudung hitam untuk yang memakai kerudung, sepatu pantofel tertutup berwarna gelap. Saya cuma punya rok dan kerudung saja. Sepatu pantofel dipinjamkan oleh sepupu yang anak Paskibra, kemeja baju putih dipinjamkan sepupu laki-laki. Karena Covid-19, persyaratan jadi lumayan ribet. Peserta diharuskan memakai masker 3 ply + masker kain yang waktu saya coba ya Allah gak bisa bernapas rasanya. Lalu harus juga membawa tes PCR atau Antigen. Saya tentunya memilih opsi paling murah. Karena saya dapat sesi jam 3 sore, paginya saya bisa tes Antigen dengan tenang. Saya berangkat bersama ibu saya jam 7 pagi, tes Antigen, lalu naik kereta turun di Stasiun Duren Kalibata (sekarang udah tahu stasiun kereta yang lebih dekat 🥲), naik angkot, lalu jalan santai ke gedung tempat pelaksanaan tes. Waktu kami tiba, baru jam 11an. Sepanjang jalan...

Pendidikan Ideal

Aku tahu harusnya aku tidak melakukan ini, tapi aku tidak bisa menahan rasa penasaran yang menyelimuti pikiranku tentang orang itu. Beliau adalah Pak Armawan, satpam di masjid kampusku. Kata Pak Yat –satpam masjid yang satunya, namanya harusnya Darmawan, tapi terhapus huruf D-nya saat mendaftarkan kelahiran. Lagi pula, Darmawan rasanya tidak cocok dengan imej pak Armawan yang galak kalau soal parkir-memarkir di masjid kampus. Ada satu hal yang membuatku penasaran tentang beliau, yang membuatku melakukan hal yang seharusnya tidak dilakukan, apalagi saat hari raya: memperhatikan beliau lebih dari memperhatikan bapak dosen yang saat itu sedang berkhutbah. Pak Armawan punya kebiasaan, yaitu menangis mendengar khutbah shalat iedul adha . Padahal khutbah iedul adha menurutku tidak spesial, materinya dari tahun ke tahun itu-itu saja, diawali kisah Nabi Ibrahim yang mencari tuhan sampai ke kisahnya bersama Nabi Ismail tentang kurban. “Mohon maaf lahir batin, Ker,” aku meng...