Matahari telah terbit beberapa menit yang lalu, suara kentungan di desa itu membangunkan seluruh warga.
Berpakaian ala petani-mereka memang petani-membawa nasi dan lauk pauk lengkap, dibawa di atas nampan besar, dipikul di atas kepala. Beratus pasang kaki berlari menuju alun-alun desa, tergoph-gopoh, tergesa-gesa, banyak nasi yang jatuh, banyak lauk pauk yang jatuh, seekor ikan goreng terjatuh, ke dekat kubangan lumpur tempat bebek di desa biasa mencari keong.
Warga bersiap, membentuk dua pasukan, gerakan ancang-ancang, mata berkilau waspada, dan mereka saling melempar nasi dan lauk pauknya, kadang pukul-pukulan, sayangnya itu bukan perang, hanya tradisi... tanda syukur, karena gusti Allah melimpahkan banyak pangan bagi desa mereka.
Selesai sudah, makanan yang masih bersih dikumpulkan, dimakan bersama, tak ada raut jijik, ya, karena memang masih bersih, lahap, saat matahari berada di atas ubun-ubun, mereka pulang berbondong-bondong, sumringah, kekenyangan.
Berbagai pasang mata kecil yang sedari tadi mengawasi, takut-takut keluar dari balik pohon dan kandang ternak warga, berebut nasi yang sudah jatuh, sudah diinjak, memakannya dengan lahap, melihat ikan goreng berbumbu lumpur, memakannya dengan lahap, sayur mayur yang bercampur tanah, memakannya dengan lahap, mereka kelaparan...
Tuhan, bagaimana bisa mereka warga bersenang-senang membuang-buang apa yang telah Engkau berikan, sedangkan kanak-kanak di sana kelaparan dan memakan apa saja yang mereka temukan? Aku bertanya, dan aku iri kepada kanak-kanak itu, wajah mereka memancarkan cahaya, wajahku pun tak pernah berseri seperti itu... Ah... kanak-kanak...
Berpakaian ala petani-mereka memang petani-membawa nasi dan lauk pauk lengkap, dibawa di atas nampan besar, dipikul di atas kepala. Beratus pasang kaki berlari menuju alun-alun desa, tergoph-gopoh, tergesa-gesa, banyak nasi yang jatuh, banyak lauk pauk yang jatuh, seekor ikan goreng terjatuh, ke dekat kubangan lumpur tempat bebek di desa biasa mencari keong.
Warga bersiap, membentuk dua pasukan, gerakan ancang-ancang, mata berkilau waspada, dan mereka saling melempar nasi dan lauk pauknya, kadang pukul-pukulan, sayangnya itu bukan perang, hanya tradisi... tanda syukur, karena gusti Allah melimpahkan banyak pangan bagi desa mereka.
Selesai sudah, makanan yang masih bersih dikumpulkan, dimakan bersama, tak ada raut jijik, ya, karena memang masih bersih, lahap, saat matahari berada di atas ubun-ubun, mereka pulang berbondong-bondong, sumringah, kekenyangan.
Berbagai pasang mata kecil yang sedari tadi mengawasi, takut-takut keluar dari balik pohon dan kandang ternak warga, berebut nasi yang sudah jatuh, sudah diinjak, memakannya dengan lahap, melihat ikan goreng berbumbu lumpur, memakannya dengan lahap, sayur mayur yang bercampur tanah, memakannya dengan lahap, mereka kelaparan...
Tuhan, bagaimana bisa mereka warga bersenang-senang membuang-buang apa yang telah Engkau berikan, sedangkan kanak-kanak di sana kelaparan dan memakan apa saja yang mereka temukan? Aku bertanya, dan aku iri kepada kanak-kanak itu, wajah mereka memancarkan cahaya, wajahku pun tak pernah berseri seperti itu... Ah... kanak-kanak...
Komentar
Posting Komentar