Sepertinya cuma dia yang tahu kalau aku dan angin bertengkar pagi ini.
Pasalnya cuma dia yang menyambutku pulang dengan senyuman miring seakan berkata, "Kan, sudah kubilang. Lihat apa yang kau perbuat."
Dan aku hanya memutar bola mataku, sambil mengikuti arah pandangnya.
Dari bawah sana, mungkin pohon merasa angin melampiaskan kemarahan padanya.
Tapi menurut burung-burung gereja yang asyik bertengger menikmati sore, angin melampiaskan kemarahannya pada si bapak tukang sapu jalan.
Lain lagi menurut air. Ah, sebenarnya air tidak menebak siapa melampiaskan kemarahan pada siapa. Air sudah cukup sebal mesti membawa dedaunan ke hilir.
Lalu aku kembali menatapnya dan menaikkan pundakku.
"Salahkan angin merusak pertemuan dua anak manusia itu."
Dia malah tertawa kecil, membuat langit di timur menyala kekuningan.
"Astaga. Bukankah lebih banyak orang yang berpisah karena hujan dibanding karena angin?"
Pasalnya cuma dia yang menyambutku pulang dengan senyuman miring seakan berkata, "Kan, sudah kubilang. Lihat apa yang kau perbuat."
Dan aku hanya memutar bola mataku, sambil mengikuti arah pandangnya.
Dari bawah sana, mungkin pohon merasa angin melampiaskan kemarahan padanya.
Tapi menurut burung-burung gereja yang asyik bertengger menikmati sore, angin melampiaskan kemarahannya pada si bapak tukang sapu jalan.
Lain lagi menurut air. Ah, sebenarnya air tidak menebak siapa melampiaskan kemarahan pada siapa. Air sudah cukup sebal mesti membawa dedaunan ke hilir.
Lalu aku kembali menatapnya dan menaikkan pundakku.
"Salahkan angin merusak pertemuan dua anak manusia itu."
Dia malah tertawa kecil, membuat langit di timur menyala kekuningan.
"Astaga. Bukankah lebih banyak orang yang berpisah karena hujan dibanding karena angin?"
Salahkah aku jika aku memanggil dan berkolaborasi dengan api hari ini?
Komentar
Posting Komentar