Langsung ke konten utama

Sabarnya Waktu: Melihat Note Facebook Tahun 2011

Assalamu'alaikum, teman-teman!

Malam ini saya tertawa. Tertawa kencang sekali, dalam hati tapi. Ya kalau ketawa beneran nanti ditegur ibune dan tetangga. Kenapa sih? Liat deh liat.


Ahahahahahahahaha. Saya menertawakan tulisan saya yang menurut saya sekarang sangat dramatis dan lebay. Padahal dulu mah pas bikin biasa aja, pakai hati malah. Memang pas SMP itu penyakit asma dan bronkhitis saya lagi parah-parahnya dan jarang, jadi tiba-tiba dateng terus kaget. Untung sekarang sudah biasa.

Lalu saya jadi berpikir keras. Kayaknya pas itu saya tersakiti banget, ya? Memangnya pas itu saya dibully? Ini bagian yang menurut saya sekarang tidak masuk akal. Saya sama sekali gak ingat pernah diejek oleh 2 orang yang entah siapa namanya itu.

Kalau diingat-ingat, mungkin karena pas itu saya tidak terpilih jadi pengurus OSIS, kayaknya itu kelas 1 SMP deh. Tapi beneran, 2 orang itu siapa? .-. Saya jadi penasaran.

Terus 2 kakak kelas yang dekat dengan saya itu siapa, ya? Saya lupa juga. Aduh, di note tersebut sepertinya mereka benar-benar kakak kelas yang baik dan pengertian. Bersalah lah saya kalau melupakan mereka. Tapi seinget saya kakak kelas yang sempat dekat dengan saya itu perempuan semua. Jarang saya dekat dengan anak laki-laki. Apalagi sampai curhat-curhatan masalah pribadi. Sama perempuan aja saya jarang curhat masalah pribadi atau doi.

Kakak-kakak, siapa pun kalian, berarti kalian emang baik banget sampai saya menyertakan kalian di note saya. Semoga nanti nanti saya ingat siapa kalian berdua *dadah-dadah*

*****

Mungkin dulu saya pernah merasa dibully, diejek, dijatuhkan, tapi sekarang saya merasa baik-baik saja. Sampai gak ingat apa kejadian tersebut benar-benar pernah saya alami. Yang saya tahu pasti, waktu memang menyembuhkan luka dengan sabar dan baik.

Menengok kembali notes-notes saya di facebook, yang sepertinya ditulis sepenuhnya dengan hati. Saya berterima kasih sekali pada Allah, karena dengan waktu-Nya, dengan waktu, dengan kesabaran si waktu, saya bisa lebih dewasa dalam bersikap, saya bisa menambal ingatan-ingatan buruk dengan ingatan-ingatan yang lebih baik. Bahkan ingatan-ingatan buruk itu sampai terlupakan sama sekali. Alhamdulillah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hidup dan Beriman: Refleksi dari Sebuah Pilihan

"Kalau tentang pemikiran-pemikiran bunuh diri dan destruktif bagaimana?" "Hmm... Kalau itu sebenernya saya bisa mengendalikan sendiri. Pikiran-pikiran bunuh diri itu memang selau terlintas setiap hari, tapi saya tahu saya gak akan melakukannya karena memang saya tidak berniat untuk itu, hanya sekadar pemikiran yang biasa lewat." Lalu pembahasan kami beralih ke pikiran negatifku yang lain. Yang sangat banyak. Tapi saat itu aku sadar, kalau sebenarnya aku capable untuk memilih . Ternyata aku bisa dengan sadar memilah hal-hal yang menjagaku tetap dalam koridor yang tepat, dalam kasusku, menahan diri untuk tidak mati. Jumat lalu kebetulan baca arti Al-Kahfi, di ayat 29 ada potongan, "...Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; barang siapa menghendaki (beriman) hendaklah dia beriman, dan barang siapa menghendaki (kafir) biarlah dia kafir. Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka bagi orang zalim, yang gejolaknya mengepung mereka. Jika mereka meminta...

Pengalaman Seleksi CPNS 2021 – SKD Part 2: Hari-H

Sebelumnya: SKD Part 1 👈 Akhirnya lanjut lagi setelah setahun 😂🙏🏻 8 Oktober 2021. Dresscode peserta ujian adalah kemeja putih dan rok/celana hitam dengan kerudung hitam untuk yang memakai kerudung, sepatu pantofel tertutup berwarna gelap. Saya cuma punya rok dan kerudung saja. Sepatu pantofel dipinjamkan oleh sepupu yang anak Paskibra, kemeja baju putih dipinjamkan sepupu laki-laki. Karena Covid-19, persyaratan jadi lumayan ribet. Peserta diharuskan memakai masker 3 ply + masker kain yang waktu saya coba ya Allah gak bisa bernapas rasanya. Lalu harus juga membawa tes PCR atau Antigen. Saya tentunya memilih opsi paling murah. Karena saya dapat sesi jam 3 sore, paginya saya bisa tes Antigen dengan tenang. Saya berangkat bersama ibu saya jam 7 pagi, tes Antigen, lalu naik kereta turun di Stasiun Duren Kalibata (sekarang udah tahu stasiun kereta yang lebih dekat 🥲), naik angkot, lalu jalan santai ke gedung tempat pelaksanaan tes. Waktu kami tiba, baru jam 11an. Sepanjang jalan...

Pendidikan Ideal

Aku tahu harusnya aku tidak melakukan ini, tapi aku tidak bisa menahan rasa penasaran yang menyelimuti pikiranku tentang orang itu. Beliau adalah Pak Armawan, satpam di masjid kampusku. Kata Pak Yat –satpam masjid yang satunya, namanya harusnya Darmawan, tapi terhapus huruf D-nya saat mendaftarkan kelahiran. Lagi pula, Darmawan rasanya tidak cocok dengan imej pak Armawan yang galak kalau soal parkir-memarkir di masjid kampus. Ada satu hal yang membuatku penasaran tentang beliau, yang membuatku melakukan hal yang seharusnya tidak dilakukan, apalagi saat hari raya: memperhatikan beliau lebih dari memperhatikan bapak dosen yang saat itu sedang berkhutbah. Pak Armawan punya kebiasaan, yaitu menangis mendengar khutbah shalat iedul adha . Padahal khutbah iedul adha menurutku tidak spesial, materinya dari tahun ke tahun itu-itu saja, diawali kisah Nabi Ibrahim yang mencari tuhan sampai ke kisahnya bersama Nabi Ismail tentang kurban. “Mohon maaf lahir batin, Ker,” aku meng...