Langsung ke konten utama

Jalan Dunia Salsa

Enjoy this....


*****


"Kau tahu? Kalau kau adalah orang pertama yang kukenal, aku akan langsung meninggalkanmu, aku akan lebih memilih duduk di barisan para mafia dari pada bersamamu."


Yah, itulah kata-kata yang pertama kudengar setelah mempersilahkannya untuk duduk di samping bangku panjang di taman yang aku duduki. Mataku sembab, pandangan kosong. Ia juga tak menatapku, dan mulai melanjutkan ceritanya.


Malam itu di pasar festival menyambut tahun baru aku dan keluargaku bersama menikmati perayaan. Disitu pertama kali aku bertemu denganmu dan dengannya. Wajahnya yang ramah dan sikapnya yang muslimah dan sopan membuatku tertarik padanya. Aku berkenalan dengannya dan bercerita banyak padanya.


Ternyata dia adalah tetangga baru sebelah kamar kostku. Finnaly... Aku sangat senang dengan kedatangannya. Kami berteman akrab, menjalankan bisnis kecil-kecilan berjualan kristik dan gantungan ponsel.


Hari itu hari Selasa, hawanya panas sekali. Aku tidak langsung pulang ke kost-kostanku, aku mmbeli pop ice di kantin sekolah. Rasanya segar sekali. Akhir-akhir ini aku tak begitu dekat dengan Salsa. Dia lebih suka menyendiri, pintu kamarnyapun sering dikunci. Kalau aku paggil dengan salam dia juga tidak membalasnya.


Belakangan aku ketahui, dia jadi sangat dekat denganmu. Saat itu aku biasa-biasa saja. Tapi lama kelamaan aku curiga,Salsa berubah drastis. Ia menjadi pendiam, tak pernah senyum kalau bertemu orang, tak peduli dengan lingkungan.


Hari Kamis aku melihatnya menaruh kunci di bawah pot bunga, tak seperti biasanya. Dia selalu menjaga ketat kamar dan barang-barangnya, tak pernah mau orang lain masuk kamarnya.


Dengan berani setelah Salsa pergi aku mengambil kunci kamarnya. Aku sempat ragu dengan kelakuanku kalau dia tahu nanti. Tapi rasa penasaranku lebih menguasai diriku. Dan aku sangat terkejut melihat keadaan kamarnya.


Tanpa sadar air mataku bergelimang, mataku tertuju pada sebuah ponsel Nokia model dulu milik Salsa. Aku mengacak-acak isinya, dan menemukan berbagai sms darimu dan aku sangat terkejut ketika melihat isi smsnya. Kamu tahu? Apa kamu tak tahu???!!!


Malam itu dia tak kembali ke kamar, aku sudah mengadukan pada ibu kost, ia bilang Salsa telah izin kepadanya untuk menginap di rumah temannya selama beberapa hari. Tapi kenapa dia meninggalkan kuncinya di pot bunga itu...


Setelah beberapa hari Salsa tak kunjung kembali, aku mulai berusaha mencarinya. Dan ternyata dia sudah tak masuk sekolah sejak hari Kamis!!! 


Aku cari ke rumah orang tuanya, temannya, nihil. Tiba-tiba aku teringat kamu, dia menceritakan banyak hal tentang kamu! Setelah selama sebulan mencari... Dan sekarang... katakan padaku dimana dia???!!!


Matanya penuh amarah dan menamparku hingga bibirku berdarah. "Dimana kamu sembunyikan Salsa?! Aku tahu kamu yang mencekokinya kan? Aku melihat perubahannya, aku melihat dia bersamamu, aku melihat semua isi sms itu! Aku melihat semuanya!!! Katakan dimana Salsa!!!"


Dia menamparku kembali, aku hanya memegang bibirku dan menatapnya nanar, embun dimatanya berjatuhan.


Aku mengeluarkan selembar kertas kusam dari dalam tas besarku, Aya menatapku masih dengan amarah.


"Aku seorang muslimah." Ucapku sambil menyerahkan kertas kusam itu padanya. Ia menatapku sinis, aku tau dia tak percaya.


Kulihat raut wajahnya yang sangat terkejut, air matanya semakin mengalir deras, "Innalillahi wa inna ilaihi roji'un..." bibirnya bergetar mengucapkan kalimat itu.


Embun di pelupuk mataku sudah mulai mengalir, "Kamu tak membaca semua isi smsnya padaku."


Dia terus memandang kertas usang yang mulai basah karena bening-bening embunnya. "Jadi kamu..."


"Tidak sama sekali." aku tersenyum "Kau tak pernah tahu kalau dari kecil dia sudah mengalami ketergantungan obat itu sejak umur 12 tahun, kamu pasti terkejut bukan? Melihat penampilannya yang sedemikian rupa. Tapi dia sangat pintar menyembunyikan semuanya, terkadang aku benci dia, tapi ketika aku menatap matanya dan melihat berbagai harapan besar bersama Fasha, adiknya yang baru berumur 3 tahun. Aku berusaha menjauhkannya dari barang itu."


Aku mendesah panjang, Vina tertunduk, "Saat itu acara keluarga,dia sering sekali bolak balik ke kamar mandi dan itu sangat lama, aku mengambil ponselnya yang tertinggal di depan kamarnya, dan kamu tahu betapa menyesalnya aku melepaskan pengawasan terhadap sepupuku tercinta?"


"Aku langsung menyiasati untuk mengganti contact name yang dinamainya sebagai 'Bang Bos' dan mencopy seluruh smsnya dan mengganti nomornya menjadi nomor ponselku. Dan seluruh sms dalam ketidaksadarannya itu dikirimkan kepadaku. Aku tak menyangka akhirnya akan seperti ini."


Aku tenang, namun bulir-bulir air mataku tak bisa tertahan lagi, Vina menatapku erat-erat dan menghambur ke pelukanku.


"Maafkan aku... Maafkan aku... Aku... aku..." dia berkata terisak, aku menenangkannya, "Tak ada yang dapat disalahkan, Salsa telah memilih jalannya. Ayo, aku akan mengantarmu ke rumahnya."


**skip**


Kami menangis sepanjang sore, membacakan Yaasin untuknya yangs sudah tenang disana.


Aku bangga menjadi sepupumu, aku bangga denganmu Salsa. Kalimat terakhirmu, akan selalu dikenang :')


Yaa ayyuhannafsul mutma'innah
Irji'i ila robbiki roo dhiyatam mardiyah
Fad khuli fii ibad
Wad khulii jannah...


Wahai jiwa yang tenang!
Kembalilah kepada Tuhan-Mu dengan hati yang ridho dan diridhoi-Nya
Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku
dan masuklah ke dalam surga-Ku


Asyhadu anla ila ha illallah
Wa asyhadu anna muhammadan abduhu wa rosulluh...


*****


Maaf kalau ada yang baca, dan ini tidak jelas, karena saya memang sama sekali tak ada ide untuk membuat cerpen tapi mau membuat cerpen.


Mohon dikomentari


Syukron
Wassalau'alaikum Wr. Wb

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hidup dan Beriman: Refleksi dari Sebuah Pilihan

"Kalau tentang pemikiran-pemikiran bunuh diri dan destruktif bagaimana?" "Hmm... Kalau itu sebenernya saya bisa mengendalikan sendiri. Pikiran-pikiran bunuh diri itu memang selau terlintas setiap hari, tapi saya tahu saya gak akan melakukannya karena memang saya tidak berniat untuk itu, hanya sekadar pemikiran yang biasa lewat." Lalu pembahasan kami beralih ke pikiran negatifku yang lain. Yang sangat banyak. Tapi saat itu aku sadar, kalau sebenarnya aku capable untuk memilih . Ternyata aku bisa dengan sadar memilah hal-hal yang menjagaku tetap dalam koridor yang tepat, dalam kasusku, menahan diri untuk tidak mati. Jumat lalu kebetulan baca arti Al-Kahfi, di ayat 29 ada potongan, "...Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; barang siapa menghendaki (beriman) hendaklah dia beriman, dan barang siapa menghendaki (kafir) biarlah dia kafir. Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka bagi orang zalim, yang gejolaknya mengepung mereka. Jika mereka meminta...

Pengalaman Seleksi CPNS 2021 – SKD Part 2: Hari-H

Sebelumnya: SKD Part 1 👈 Akhirnya lanjut lagi setelah setahun 😂🙏🏻 8 Oktober 2021. Dresscode peserta ujian adalah kemeja putih dan rok/celana hitam dengan kerudung hitam untuk yang memakai kerudung, sepatu pantofel tertutup berwarna gelap. Saya cuma punya rok dan kerudung saja. Sepatu pantofel dipinjamkan oleh sepupu yang anak Paskibra, kemeja baju putih dipinjamkan sepupu laki-laki. Karena Covid-19, persyaratan jadi lumayan ribet. Peserta diharuskan memakai masker 3 ply + masker kain yang waktu saya coba ya Allah gak bisa bernapas rasanya. Lalu harus juga membawa tes PCR atau Antigen. Saya tentunya memilih opsi paling murah. Karena saya dapat sesi jam 3 sore, paginya saya bisa tes Antigen dengan tenang. Saya berangkat bersama ibu saya jam 7 pagi, tes Antigen, lalu naik kereta turun di Stasiun Duren Kalibata (sekarang udah tahu stasiun kereta yang lebih dekat 🥲), naik angkot, lalu jalan santai ke gedung tempat pelaksanaan tes. Waktu kami tiba, baru jam 11an. Sepanjang jalan...

Pendidikan Ideal

Aku tahu harusnya aku tidak melakukan ini, tapi aku tidak bisa menahan rasa penasaran yang menyelimuti pikiranku tentang orang itu. Beliau adalah Pak Armawan, satpam di masjid kampusku. Kata Pak Yat –satpam masjid yang satunya, namanya harusnya Darmawan, tapi terhapus huruf D-nya saat mendaftarkan kelahiran. Lagi pula, Darmawan rasanya tidak cocok dengan imej pak Armawan yang galak kalau soal parkir-memarkir di masjid kampus. Ada satu hal yang membuatku penasaran tentang beliau, yang membuatku melakukan hal yang seharusnya tidak dilakukan, apalagi saat hari raya: memperhatikan beliau lebih dari memperhatikan bapak dosen yang saat itu sedang berkhutbah. Pak Armawan punya kebiasaan, yaitu menangis mendengar khutbah shalat iedul adha . Padahal khutbah iedul adha menurutku tidak spesial, materinya dari tahun ke tahun itu-itu saja, diawali kisah Nabi Ibrahim yang mencari tuhan sampai ke kisahnya bersama Nabi Ismail tentang kurban. “Mohon maaf lahir batin, Ker,” aku meng...