Langsung ke konten utama

Saya, Pikiran Jahat, dan Mencari Tenang



Pagi ini, saat sedang memindahkan notes hp Xiaomi saya yang sudah sekarat, saya menemukan sebuah catatan. Ditulis 19 Maret 2019. Sepertinya ini pernah saya posting di Instagram story. Saya lupa.

Tentang saya dan pikiran-pikiran jahat yang pernah menguasai diri saya beberapa tahun yang lalu. Semoga bisa jadi pembelajaran dan pengingat.


-----


Tadi malam, ada teman yang tantrum kepada saya, bilang bagaimana ia ingin mati dengan segala permasalahan dari A sampai Z. Bagaimana saya tidak mengerti rasanya jadi dia. Bagaimana dengan jadi 'religius' bisa menjadikan manusia sebagai makhluk yang well-being-nya terjaga.

Mungkin saya mengerti.

Di psikologi positif, ada karakter baik yang menggambarkan diri kita, juga sebagai penanda yang membuat hidup kita layak dijalani, disebut characters strength & virtues (CSV). CSV terkuat saya Spiritual. Saya juga orang dengan tingkat kecemasan yang sangat tinggi, tiap perbuatan persiapannya harus panjang, karena takut dinilai oleh orang lain, makanya saya susah kalau disuruh jadi deadliner.

Saya juga tidak bisa berkomunikasi dengan baik, saya mengutuk diri saya sendiri karena tidak bisa melakukan probing pada obrolan dengan teman sehingga tidak bisa melakukan percakapan panjang dan mendalam seperti yang teman2 lain lakukan dan share maknanya ke story instagram, saya merasa payah karena tidak punya seseorang yang bisa disebut sahabat.

Saya juga egois. Setiap ada teman yang menceritakan kesulitan hidup pada saya, yang saya pikirkan adalah bagaimana caranya agar saya bisa menyampaikan respon atau solusi terbaik.

Saya juga kadang suicidal, kalau bisa disebut begitu. Saya tidak memikirkan bagaimana saya mati, tapi saya bisa berkontemplasi lama sekali membandingkan hidup saya dengan orang lain, bagaimana orang lain akan diingat dan ditangisi saat meninggal dan bagaimana tidak akan ada orang di samping saya pun yang hidupnya dipengaruhi oleh saya saat saya meninggal.

Saya pernah beberapa kali mempertimbangkan untuk mati. Dua Ramadhan lalu, hal yang ada di pikiran saya setiap tarawih di MRU adalah "bagaimana kalau saya jatuh ke lantai satu dan kepala saya yang duluan menyentuh lantai."

Di saat-saat seperti itu (juga sekarang) saya menertawakan diri saya sendiri, saya pernah dan sedang meneliti sesuatu yang erat kaitannya dengan kematian tapi saya tidak menghargai kematian dengan menginginkan diri saya untuk mati.

Saya tahu dan sangat sadar kalau pikiran tsb sangat salah, tapi tidak bisa dicegah kedatangannya.

Tapi. Saya masih tetap bersyukur.

Saat mengetahui CSV terkuat saya spiritual, saya jadi mengangguk paham.

Bagaimana saat saya bersedih karena tidak punya sahabat, saya tetap membaca Qur'an. Saat saya mengutuk diri saya sendiri, saya tetap shalat. Saat saya memiliki pikiran untuk mengakhiri hidup, saya tetap mengingat Allah. Bagaimana saya tidak bisa memunggungi keyakinan saya dan memuaskan ego saya untuk leluasa melanjutkan pikiran buruk saya.

Apakah dengan baca Qur'an saya jadi tidak kesepian? Apakah dengan shalat semua masalah saya jadi hilang? Apakah dengan mengingat Allah akan jadi tenang?

Saya tidak terlalu religius, juga jauh sekali dari definisi 'mengerti agama'. Saya belum bisa membuktikan jawaban kedua pertanyaan pertama adalah 'Ya'. Tapi saya membuktikan jawaban pertanyaan terakhir adalah 'Ya'.

Bahwa saat tidak ada orang yang benar-benar peduli pada saya, masih ada Allah yang peduli pada saya. Yang memberikan tanda kalau saya masih layak untuk hidup, ya dengan hidup itu sendiri.

Saya mungkin akan tetap bertarung dalam pikiran saya entah sampai kapan. Tapi saya juga tidak akan memungkiri saat Allah memberi intervensi dan distraksi kepada saya, cukup untuk saya menjalani kehidupan yang (kata orang) baik.

Maka, tidak apa2 punya pikiran yang buruk tentang hidup, tapi berperanglah buat melawannya. Berperanglah dengan segala pikiran jahat dan buruk yang datang saat kita sendirian bahkan dengan teman. Berperanglah sampai kita menangis dan terasa lebih sakit. Jangan biarkan pikiran2 buruk itu memakan kita, jangan biarkan pikiran2 itu menjadi comfort zone buat kita.

Temukan kekuatanmu selain dirimu sendiri. Apakah pada Tuhan, pada keyakinan, pada keluarga, pada teman, atau pada siapa. Karena diri yang kuat juga butuh penguat.

Kalau segan bercerita ke teman, mungkin cara seperti ini juga ampuh melampiaskan emosi.

Have a nice day~

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman Seleksi CPNS 2021 – SKD Part 2: Hari-H

Sebelumnya: SKD Part 1 👈 Akhirnya lanjut lagi setelah setahun 😂🙏🏻 8 Oktober 2021. Dresscode peserta ujian adalah kemeja putih dan rok/celana hitam dengan kerudung hitam untuk yang memakai kerudung, sepatu pantofel tertutup berwarna gelap. Saya cuma punya rok dan kerudung saja. Sepatu pantofel dipinjamkan oleh sepupu yang anak Paskibra, kemeja baju putih dipinjamkan sepupu laki-laki. Karena Covid-19, persyaratan jadi lumayan ribet. Peserta diharuskan memakai masker 3 ply + masker kain yang waktu saya coba ya Allah gak bisa bernapas rasanya. Lalu harus juga membawa tes PCR atau Antigen. Saya tentunya memilih opsi paling murah. Karena saya dapat sesi jam 3 sore, paginya saya bisa tes Antigen dengan tenang. Saya berangkat bersama ibu saya jam 7 pagi, tes Antigen, lalu naik kereta turun di Stasiun Duren Kalibata (sekarang udah tahu stasiun kereta yang lebih dekat 🥲), naik angkot, lalu jalan santai ke gedung tempat pelaksanaan tes. Waktu kami tiba, baru jam 11an. Sepanjang jalan...

Pengalaman Seleksi CPNS 2021 – SKD Part 1

Sebelumnya: Seleksi Administrasi  👈 Sejak pengumuman lolos kelengkapan administrasi, pengumuman informasi tes pertama, Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) diunggah di akhir Agustus 2021 di website instansi masing-masing. Membaca pengumuman ini adalah part ribet-ribetnya karena banyak yang harus dicermati, seperti berkas yang harus dibawa, lokasi dan waktu tes, dan persyaratan sebelum ujian. Harus baca berkali-kali karena takut ada yang terlewat 😂 Saya mendapat jadwal ujian di tanggal 8 Oktober 2021 sesi ke II di hari Jumat. Lokasinya di salah satu gedung TNI AD di Cijantung. Waktu baca dapat sesi ke II langsung bersyukur karena artinya tidak harus jadi pejuang subuh dari rumah ke Jakarta wkwk. Persyaratan Ikut Ujian Karena sedang pandemi, prosesnya kata orang-orang yang sudah pernah ikut seleksi sebelumnya, lebih panjang dan ribet.   Saya harus vaksin pertama kalau mau lolos masuk tesnya. Saya mendaftar vaksin 3 minggu setelah negatif Covid, saat sudah sampai sana, ternyata...

Hidup dan Beriman: Refleksi dari Sebuah Pilihan

"Kalau tentang pemikiran-pemikiran bunuh diri dan destruktif bagaimana?" "Hmm... Kalau itu sebenernya saya bisa mengendalikan sendiri. Pikiran-pikiran bunuh diri itu memang selau terlintas setiap hari, tapi saya tahu saya gak akan melakukannya karena memang saya tidak berniat untuk itu, hanya sekadar pemikiran yang biasa lewat." Lalu pembahasan kami beralih ke pikiran negatifku yang lain. Yang sangat banyak. Tapi saat itu aku sadar, kalau sebenarnya aku capable untuk memilih . Ternyata aku bisa dengan sadar memilah hal-hal yang menjagaku tetap dalam koridor yang tepat, dalam kasusku, menahan diri untuk tidak mati. Jumat lalu kebetulan baca arti Al-Kahfi, di ayat 29 ada potongan, "...Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; barang siapa menghendaki (beriman) hendaklah dia beriman, dan barang siapa menghendaki (kafir) biarlah dia kafir. Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka bagi orang zalim, yang gejolaknya mengepung mereka. Jika mereka meminta...