
βAda
kafe baru di jalan besar. Ayo, nanti sore kita ke sana. Kata orang-orang es
krimnya enak sekali.β
βJangan. Ingat terakhir
kali kamu makan es krim lalu besoknya kamu jadi penghuni tetap UKS selama tiga
hari?β
βAh, tapi itu kan dulu.
Sekarang aku sudah kebal degan es krim. Ayo, lah, jangan buat sahabatmu kecewa.β
Entah mengapa aku mengangguk.
Aku rela kembali lagi ke saat itu, bukan
untuk melarangmu makan es krim. Aku rela berlari ke sini saat hujan, asal itu
denganmu.
βEnak,
kan? Apa ku bilang.β
βKatanya mau makan es
krim, kenapa setelah hari pertama hot white chocolate terus?β
βKarena coklat
menyenangkan.β Katamu diiringi tawa. Aku juga tertawa karena melihatmu tertawa.
βJangan terlalu banyak
minum white chocolate, Val. Tiap hari wajahmu makin putih.β
βItu pujian? Ah, memang
setiap hari aku semakin putih. Itu bagus, kan?β
Ah, tiba-tiba aku lapar. Hujannya
semakin deras.
βApa
kubilang. Jangan minum white chocolate lagi.β Dan kamu hanya tersenyum.
Coklat tetap coklat, kan? Itu yang
Val bilang.
βTumben,
tidak memarahiku.β Kau tersenyum. Masih di tempat yang sama.
βAku lelah, Val. Sudah
dua minggu kamu di sini, tidak bosan?β
βHmm, sebenarnya aku
akan pindah ke rumah sakit yang lebih besar. Di Singapura. Mereka bilang
harapan sembuh lebih besar di sana.β
Hening.
βPerlu aku jadi dokter
juga?β lalu kamu mengacak rambutku.
βAku akan segera
sembuh. Lalu kita bisa minum white chocolate lagi.β
Hujannya mereda, tapi masih cukup
deras untuk orang-orang yang berlalu-lalang sibuk, mereka basah kuyup. Kaca
kafe di belakangku berembun. Bangku di balik kaca itu, tempatku dan Val duduk
setiap kali ke sini.
βHalo, siapa ini?β
βKamu di mana? Di sana sedang hujan,
ya?β
Suara ituβ¦
βValβ¦β
βTahu tidak? Aku rindu padamu.β Lalu
tiba-tiba mataku menghangat.
βKapan kamu pulang?β
βEh, ingat kan kalau coklat tetap
coklat?β
βIngat. Bagaimana bisa aku lupa?
Kamu tetap coklat, Val.β Dia tertawa.
βYap. Aku tetap Val. Sekarang atau
dulu.β Suara optimis ituβ¦
βAku juga rindu padamu. Kapan kamu
pulang?β
βHmm? Oh, aku rasa aku akan
mempertimbangkan pertanyaanmu waktu itu.β Dahiku mengerut. βHah? Apa?β Val
malah tertawa.
βAh, sudahlah. Belajar yang baik,
ya. Kalau aku sudah pulih, kita bisa duduk di lapangan lagi melihat sunset, bisa
bolos bersama lagi, bisa minum white chocolate lagi.β
Air mataku mengalir, gerimis.
βAku akan menyembuhkanmu.β
*****
Mata gadis itu menerawang menembus
gerimis, telepon genggamnya ia tempelkan erat-erat di telinga. Tubuhnya
bergetar, ia kedinginan, ia rindu.
Gadis itu menghela nafas, matanya
beralih. Ia rindu dengan kafe ini. Ia rindu white chocolatenya dengan Val.
Tubuhnya ikut berbalik mengikuti matanya, melihat dari kaca berembun tempat
duduknya dengan Val dulu. Tidak terlihat tempat duduknya, yang terlihat hanyaβ¦
Val.
Lelaki tinggi bermata elang yang
bersahabat itu tersenyum padanya, dengan telepon genggam menempel di
telinganya. Ia menempelkan telapak tangannya di kaca berembun itu, mengusapnya
supaya ia bisa melihat wajah gadis di depannya lebih jelas. Gadis itu ikut
tersenyum, menempelkan telapak tangannya di kaca tempat Val menempelkan telapak
tangannya.
βTepati janjimu, ya. Sembuhkan akuβ¦β
Lalu ia terjatuh.
Bekasi, 7 Juni 2014
9:40 PM
Komentar
Posting Komentar