Langsung ke konten utama

Dengan Hati

Hujan. Sunyi. Hanya ada aku, bulan, dan air yang menetes dari dedaunan. Tidak ada manusia, tidak ada musik, tidak ada kopi yang menghangatkan mataku, bayangkan saja.

“Teh manis hangat, Mas.” aku menoleh ke arah pemuda berpostur enterpreneur dengan tampang lugu itu, tersenyum dan menggeleng. Dengan mudahnya dia pergi menghampiri kawan-kawan kosan lain yang sedang berseru dengan riuhnya melihat pemain muda itu menjebol gawang pertahanan tim yang dulu pernah dibelanya. Suara yang aku abaikan sedari tadi.

“Jangan, Nduk. Bapak mohon, jangan.”

Ribuan kali konotasi itu terngiang di kepalaku. Hari di mana orang yang aku hormati sepenuh hati melarangku mengorbankan jiwa ragaku untuk orang yang aku cintai sepenuh hati. Saat itu hujan membasahi rerumputan hijau bangunan serba putih dan steril tempatnya dan dia menginap.

Saat itu aku tuli. Seakan tidak pernah kudengar kalimatnya. Aku, pun mengorbankan jiwa ragaku sepenuh hati untuk dirinya. Hatiku, hatinya, hati bapak sekarat.

“Ingat, daun yang jatuh tidak pernah membenci angin.”

Kutipan dari buku terkahir yang bapak baca. Hati bapak semakin mengerut. Hatinya berangsur mekar. Aku menjalani hidup dengan setengah hati.

“Karena hati tidak akan berhenti mengembara kecuali kau mengikhlaskan semuanya.”

Kata-kata terakhir bapak. Lalu hati itu pergi. Hatinya sembuh, pergi dengan indahnya, kesakitanku. Hatiku ikut mengerut. Hari itu basah. Embun dan tetesan air hujan turun dari pucuk dedaunan hijau. Tetesan air hujan meluncur dengan indahnya dari tepi payung-payung para manusia yang hatinya ikut basah karena kepergian bapak.

Hujan berhenti. Alam tak bergeming. Daun berhenti berguguran. Aku masih duduk menatap rembulan. Tatapanku saat pertama bertatap mata dengannya. Tatapanku saat pertama melihat hati bapak mekar walaupun hanya sebentar.

“GOALLLL!!!!”

Ramai riuh suara mereka tidak menggangguku untuk mengalihkan pandanganku dari sang rembulan melainkan kartu berhiaskan tinta emas, tertulis namaku dengan indah di sana. Besok adalah harinya, hari di mana hatinya akan mekar sempurna, aku akan berdiri di baris paling depan. Mencoba melihatnya berbahagia dengan sepenuh hati walau hanya ada setengah hati di sini.

Aku harus seperti daun yang jatuh.



Daun yang jatuh tak pernak membenci angin. Dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja. Tak melawan. Mengikhlaskan semuanya. –Tere Liye

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman Seleksi CPNS 2021 – SKD Part 2: Hari-H

Sebelumnya: SKD Part 1 👈 Akhirnya lanjut lagi setelah setahun 😂🙏🏻 8 Oktober 2021. Dresscode peserta ujian adalah kemeja putih dan rok/celana hitam dengan kerudung hitam untuk yang memakai kerudung, sepatu pantofel tertutup berwarna gelap. Saya cuma punya rok dan kerudung saja. Sepatu pantofel dipinjamkan oleh sepupu yang anak Paskibra, kemeja baju putih dipinjamkan sepupu laki-laki. Karena Covid-19, persyaratan jadi lumayan ribet. Peserta diharuskan memakai masker 3 ply + masker kain yang waktu saya coba ya Allah gak bisa bernapas rasanya. Lalu harus juga membawa tes PCR atau Antigen. Saya tentunya memilih opsi paling murah. Karena saya dapat sesi jam 3 sore, paginya saya bisa tes Antigen dengan tenang. Saya berangkat bersama ibu saya jam 7 pagi, tes Antigen, lalu naik kereta turun di Stasiun Duren Kalibata (sekarang udah tahu stasiun kereta yang lebih dekat 🥲), naik angkot, lalu jalan santai ke gedung tempat pelaksanaan tes. Waktu kami tiba, baru jam 11an. Sepanjang jalan...

Pengalaman Seleksi CPNS 2021 – SKD Part 1

Sebelumnya: Seleksi Administrasi  👈 Sejak pengumuman lolos kelengkapan administrasi, pengumuman informasi tes pertama, Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) diunggah di akhir Agustus 2021 di website instansi masing-masing. Membaca pengumuman ini adalah part ribet-ribetnya karena banyak yang harus dicermati, seperti berkas yang harus dibawa, lokasi dan waktu tes, dan persyaratan sebelum ujian. Harus baca berkali-kali karena takut ada yang terlewat 😂 Saya mendapat jadwal ujian di tanggal 8 Oktober 2021 sesi ke II di hari Jumat. Lokasinya di salah satu gedung TNI AD di Cijantung. Waktu baca dapat sesi ke II langsung bersyukur karena artinya tidak harus jadi pejuang subuh dari rumah ke Jakarta wkwk. Persyaratan Ikut Ujian Karena sedang pandemi, prosesnya kata orang-orang yang sudah pernah ikut seleksi sebelumnya, lebih panjang dan ribet.   Saya harus vaksin pertama kalau mau lolos masuk tesnya. Saya mendaftar vaksin 3 minggu setelah negatif Covid, saat sudah sampai sana, ternyata...

Hidup dan Beriman: Refleksi dari Sebuah Pilihan

"Kalau tentang pemikiran-pemikiran bunuh diri dan destruktif bagaimana?" "Hmm... Kalau itu sebenernya saya bisa mengendalikan sendiri. Pikiran-pikiran bunuh diri itu memang selau terlintas setiap hari, tapi saya tahu saya gak akan melakukannya karena memang saya tidak berniat untuk itu, hanya sekadar pemikiran yang biasa lewat." Lalu pembahasan kami beralih ke pikiran negatifku yang lain. Yang sangat banyak. Tapi saat itu aku sadar, kalau sebenarnya aku capable untuk memilih . Ternyata aku bisa dengan sadar memilah hal-hal yang menjagaku tetap dalam koridor yang tepat, dalam kasusku, menahan diri untuk tidak mati. Jumat lalu kebetulan baca arti Al-Kahfi, di ayat 29 ada potongan, "...Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; barang siapa menghendaki (beriman) hendaklah dia beriman, dan barang siapa menghendaki (kafir) biarlah dia kafir. Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka bagi orang zalim, yang gejolaknya mengepung mereka. Jika mereka meminta...